MAARIF Institute, Jakarta – Ada istilah menarik yang muncul dalam pertemuan silaturahmi dan ramah tamah bersama Media Massa di kantor MAARIF Institute, Kamis (13/06). Hal menariknya yaitu “MAARIF Institute perlu menciptakan bid’ah-bid’ah baru”. Istilah itu muncul dari pernyataan Andar Nubowo, Direktur Eksekutif MAARIF Institute saat memberikan sambutan di depan para redaktur media yang hadir.

Bid’ah yang dimaksud oleh Andar begitu sapaan akrabnya bukan bid’ah dalam arti sesungguhnya yaitu amalan baru yang diadakan dalam urusan agama Islam yang belum pernah dicontohkan Rasul sebelumnya. Namun bid’ah yang dimaksud adalah perlunya menciptakan inovasi-inovasi baru terutama dalam menerjemahkan pemikiran-pemikiran para pembaru Muslim progresif Islam Indonesia ke dalam konteks pendidikan, sosial, serta politik kebangsaan yang mencerahkan.

Menciptakan bid’ah baru atau inovasi sosial merupakan salah satu dari tiga fokus utama MAARIF Instiute dalam rangka meyongsong dekade ke-3 nya. Dua fokus utama lainnya yaitu institusionalisasi atau penguatan pelembagaan dan internasionalisasi.

Untuk fokus Institusionalisasi atau penguatan pelembagaan dalam arti, MAARIF Institute kian meneguhkan peran dalam upaya menyegarkan pemikiran keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan yang telah dicetuskan para guru bangsa—terutama Buya Syafii Maarif. Dengan demikian, gagasan-gagasan mereka akan terus hidup dan dilanjutkan oleh generasi muda, sesuai konteks zaman yang berubah.

Sementara untuk fokus internasionalisasi. Ini menjadi sangat penting dalam upaya membawa kekhasan Islam Indonesia ke tingkat global. Andar yang baru saja mendapatkan gelar PhD di Ecole Normale Superieure (ENS) Lyon, Paris-Perancis ini mengatakan, selama ini corak keislaman Indonesia dipandang sebagai pengejawantahan “Islam yang ramah” bila dibandingkan dengan, umpamanya, fakta-fakta sosiologis negara-negara mayoritas Muslim di Timur Tengah.

Pentingnya MAARIF Institute memfokuskan pada tiga hal di atas dilatarbelakangi oleh berbagai hal, diantaranya perubahan lanskap politik dunia dan juga Indonesia yang sedang mengalami kompleksitas.

Di Indonesia sendiri dahulu memiliki sejumlah tokoh Muslim progresif yang pemikiran-pemikirannya mencerahkan. Gagasan-gagasan yang mereka rumuskan ikut mengobarkan tungku peradaban Islam di Tanah Air.  Sebut saja, Prof Azyumardi Azra (1955-2022), Prof Buya Ahmad Syafii Maarif (1935-2022), KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (1940-2009), dan Nurcholis Madjid atau Cak Nur (1939-2005). Mereka tidak hanya memikirkan untuk satu golongan saja, namun, para guru bangsa tersebut juga tampil memperjuangkan kepentingan masyarakat luas, termasuk ketika demokrasi dikekang oleh kekuasaan otoriter Orde Baru”.

Oleh karena itu penting ada langkah-langkah untuk menyebarkan kembali pemikiran tokoh bangsa, seperti almarhum Ahmad Syafi’i Maarif, yakni soal keislaman progresif dan mencerahkan.

Budiman Tanuredjo dalam artikelnya yang ditulis pada Jumat (14/06) dengan judul “Menanti Suara Kenabian Maarif Institute” memperkuat apa yang disampaikan oleh Andar “Perubahan sosial-politik di negeri ini memang amat sangat nyata dan kentara. Negara menjadi sangat hegemonic. Tidak ada lagi kekuasaan oposisi. Parpol melempem. Ormas memilih diam dan main aman. Sebagian kelas menengah gerundel dengan isu elite tapi sebagian apatis dan masa bodah. Namun, kepuasan rakyat demikian masih tinggi”.

Lebih lanjut Budiman yang juga pemandu program “Satu Meja” di Kompas Tv ini  menyampaikan harapan untuk MAARIF Institute “Di tengah kian sepinya masyarakat sipil, kehadiran MAARIF Institute dengan nahkoda baru Andar Nubowo diharapkan bisa menjadi suluh bagi bangsa dan bisa menjalan peran Buya Syafii sebagai benteng moral”.

Dalam artikel lainnya dengan judul “Pemikir Bebas Melawan Kebekuan” yang terbit di Kompas (15/06), Budiman menyisipkan optimismenya, “MAARIF Institute sebagaimana diwariskan Buya Syafii Maarif mengedapkan pemikiran kritis terhadap kondisi kebangsaan dan menjadi organisasi yang memerankan diri sebagai “Muazin”. Muazin yang selalu berteriak  memberikan peringatan Ketika ada ancaman terhadap penegakan hukum, terhadap korupsi, terhadap pelanggaran konstitusi.” [DM]

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

13 − thirteen =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.