Profile – MAARIF Institute

VISION

To become a center for Islamic thought reform and advocacy that fosters the praxis of Islam, where social justice and humanity serve as the foundational pillars of Indonesian identity—aligned with the social ideals and intellectual legacy of Ahmad Syafii Maarif.

MISION

To promote the realization of democratic values, human rights, and pluralism in order to restore public civility, mutual respect, and constructive collaboration for the sake of Indonesian nationhood and humanity.
To strengthen and expand the participation of civil society and youth in building a just social order grounded in diversity

Core Values

⁠ ⁠Egalitarianism
⁠ ⁠Non-discrimination
⁠ ⁠Tolerance
⁠ ⁠Inclusiveness

MAARIF INSTITUTE FOR CULTURE AND HUMANITY

The founding charter of the MAARIF Institute for Culture and Humanity (2003) affirms the institution’s core commitment as a cultural movement rooted in the values of keislaman (Islam), keindonesiaan (Indonesian identity), and kemanusiaan (universal humanity). These three pillars are central to the intellectual and activist journey of Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, former Chairman of Muhammadiyah (1998–2005) and past President of the World Conference on Religion for Peace (WCRP).

The MAARIF Institute stands as an inseparable part of the broader network of Islamic Thought Reform (Pembaruan Pemikiran Islam/PPI) in Indonesia. Reform is both a historical imperative and a necessary response to the evolving challenges of modern human civilization. The complexity of contemporary issues—such as democracy, human rights, pluralism, gender equality, interfaith and intercultural dialogue, among others—demands renewed understanding and reinterpretation of Islamic teachings.

It is also recognized that the programs and activities of the MAARIF Institute cannot be separated from the sociological context of Muhammadiyah, despite the absence of a formal structural affiliation. This independence does not diminish the Institute’s commitment to expanding its outreach and engagement. Muhammadiyah is widely viewed as a representative of Indonesia’s modernist-moderate Islamic movement—active in advancing Islamic thought, promoting da’wah, and conducting social action. Therefore,

championing the renewal of Islamic thought within the framework of Muhammadiyah’s movement remains a key focus of the MAARIF Institute, as part of its mission to foster enlightenment and strengthen the values of moderation and inclusion in Indonesian society.

YAYASAN AHMAD SYAFII MAARIF

DEWAN PEMBINA

Jeffrie GeovanieKetua

Benjamin JiaravanonAnggota

Haedar NashirAnggota

Muhadjir EffendyAnggota

Clara JuwonoAnggota

M. Amin AbdullahAnggota

Abdul Munir MulkhanAnggota

Luthfi AssyaukanieAnggota

Garin NugrohoAnggota

Siti Ruhaini DzuhayatinAnggota

DEWAN PENGAWAS

Rikard BagunKetua

Endang TirtanaAnggota

Arini Almira NataprawiraAnggota

PENGURUS YAYASAN

Rizal SukmaKetua

SuyotoSekretaris

Raja Juli AntoniBendahara

Fenty NoveritaWakil Bendahara

EKSEKUTIF MAARIF INSTITUTE

Fajar Riza Ul HaqKetua Dewan Direktur

Andar NubowoDirektur Eksekutif–Profile

Senior Fellows

Abd Rohim Ghazali

MAARIF Institute’s Associate Researcher

Area Kerja

MAARIF Institute bekerja pada dua aras yakni kajian dan intervensi sosial. Kajian yang dimaksud terdiri dari kerja-kerja riset dan pendalaman gagasan keilmuan melalui diskusi, penerbitan buku dan jurnal berkala. Sementara intervensi sosial yang dimaksud adalah aspek praksis advokasi yang berbasis pada hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Dengan kata lain, MAARIF Institute melakukan kolaborasi gerakan aktivisme dan intelektualisme dalam waktu yang bersamaan.

Pencapaian Program

Bidang Riset dan Kebijakan

Riset kebijakan yang telah dilakukan oleh MAARIF Institute yaitu tentang “Pemetaan Persoalan Radikalisme di Kalangan Pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di Pandeglang, Cianjur, Surakarta, dan Yogyakarta” (2011). Riset ini dilakukan karena melihat kecenderungan meningkatnya gejala radikalisme di berbagai kalangan muda, utamanya pelajar. Agenda pendidikan karakter pemerintah dirasa bisa menjadi jawaban persoalan itu. Tindak lanjut dari kegiatan ini adalah workshop pendidikan karakter yang dihadiri Dirjen Pendidikan Menengah Hamid Muhammad dan Ketua Pusat Kurikulum Nasional. Hamid meminta MAARIF memfasilitasi penyusunan modul pendidikan karakter anti kekerasan mengingat perkembangan kekerasan dan ekstremisme di kalangan pelajar kian mencemaskan. Hasil dari proses ini adalah penerbitan 2 modul pendidikan karakter untuk SMAN dan diikuti dengan pelatihan guru agama Islam dan kewargaan di 4 kota. Modul tersebut diluncurkan secara resmi oleh Wakil Menteri Pendidikan Musliar Kasim pada April 2012.

Riset evaluasi kebijakan yang telah dilakukan MAARIF Institute antara lain penelitian tentang kebijakan realokasi APBD untuk pengurangan kemiskinan melalui Citizen Charter antara pemerintah daerah dan masyarakat. Program yang berlangsung dari bulan September 2006 hingga Agustus 2008 ini dilakukan di Kota Metro (Bandar Lampung), Kabupaten Boyolali (Jawa Tengah), dan Kabupaten Gunungkidul (DI Yogyakarta). Riset kebijakan yang ditindaklanjuti dengan program ini berhasil mendorong kenaikan realokasi APBD 2008 di 3 daerah program tersebut; program penggratisan jasa layanan puskesmas dengan menambah sarana alat kesehatan untuk puskesmas di Boyolaliyang pada APBD 2007 telah dialokasikan sebesar Rp 3,5 milliar dan ditingkatkan pada APBD 2008 menjadi Rp 4 milliar; munculnya program baru berupa pendidikan murah melalui beasiswa pendidikan untuk siswa dari kalangan keluarga miskin yang dalam APBD 2008 KabupatenGunungkidul dialokasikan sebesar Rp 11,6 milliar; program penuntasanbuta aksara melalui pendidikan buta aksara dengan alokasi sebesar Rp 2,5milliar pada APBD Gunungkidul tahun 2008.
MAARIF juga sudah melakukan riset evaluasi kebijakan dalam Program Civil Society Initiative Against Poverty (CSIAP). Tujuan riset dan program ini adalah untukmembangun prakarsa masyarakat sipil atau organisasi-organisasi kemasyarakatan dalam berpartisipasi bersama pemerintah menanggulangi kemiskinan. Program CSIAP tahap I dilaksanakan di PropinsiSumatera Barat, Kota Bandar Lampung (Lampung), Kabupaten Sleman (DIY),dan bekerjasama dengan PW Aisyiyah Jawa Timur untuk Kabupaten Bojonegoro( Jawa Timur). Kegiatan berlangsung selama 12 bulan, dari Januari-Desember2009. Periode pertama ini berhasil mendorong lahirnya jejaring aktivis ormas Islam untuk advokasi kebijakan dan anggaran publik di daerah; memicu keterlibatan aktif aktivis ormas Islam dalam gerakan advokasi APBD dan dimasukkannya program advokasi kebijakan dan anggaran dalam program kerja tiap ormas anggota jejaring; menghasilkan Studi Local Budget Index yang mampu menjadi landasan advokasi dan basis argumentasi yang kuat dalam mempengaruhi perubahan alokasi APBD yang lebih pro-poor. Adapun program CSIAP tahap II mulai berjalan sejak Maret 2010 dengan cakupan area program Kabupaten Sleman dan Kota Bandar Lampung.

Riset evaluasi kebijakan lain adalah riset dalam Kampanye dan Advokasi Kebijakan Pendidikan Inklusif untuk Kelompok Difabel. Masih sangat rendahnya kepedulian pemerintah dan juga kelompok masyarakat terhadap kelompok Difabel mendorong MAARIF untuk melakukan riset evaluasi kebijakan dan selanjutnya kegiatan membangun kesadaran kesetaraan di kalangan masyarakat serta aparat pemerintah serta mengkampanyekan pemenuhan hak-hak dasar kelompok Difabel. Kabupaten Gunungkidul (DIY) dipilih sebagai lokasi program ini sejak Pebruari 2010 mengingat kelompok Difabel belum mendapat perlakuan dan pelayanan yang adil dari pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Lahirnya kebijakan pendidikan inklusif bagi Difabel merupakan outcome yang telah dicapai melalui riset evaluasi kebijakan dan pelaksanaan program ini. Hal ini tertuang dalam SK Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Gunung Kidul Nomor 422/89/KPTS/2010 tentang Pedoman Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak/Raudatul Athfal, dan Sekolah/Madrasah di Kabupaten Gunung Kidul.

Riset terbaru yang dilakukan oleh MAARIF Institute adalah Indeks Kota Islami (2016). Riset ini merupakan kajian pengukuran implementasi nilai-nilai Islam berdasarkan Maqashid Syariah dalam pengelolaan sebuah kota. Nilai-nilai yang diukur dalam indeks ini merupakan nilai-nilai Islam universal yakni aman, sejahtera dan bahagia. Dalam Indeks Kota Islami ini menghasilkan pengukuran bahwa kota paling Islami di Indonesia adalah Denpasar, Bandung dan Yogyakarta.

Bidang Intervensi Pendidikan: Guru dan Pelajar

Pada medio 2007-2010, MAARIF Institute telah berhasil merealisasikan program Penguatan Kapasitas Pemahaman HAM di institusi pendidikan Muhammadiyah di 3 provinsi (Jawa Barat, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Timur) dalam bentuk penerbitan buku Al-Islam dan Kemuhammadiyahan Berwawasan HAM(2008) dan pelatihan AIK HAM bagi guru-guru agama di lingkungan Muhammadiyah. Program ini melibatkan kurang lebih 150 orang guru dari 150 SMA Muhammadiyah. Program ini ditujukan untuk meningkatkan pemahaman para guru keislaman di lingkungan Muhammadiyah tentang nilai-nilai HAM. Program ini memberikan manfaat terhadap sekitar 8000 siswa di daerah program.

Pada tahun 2011-hingga sekarang, MAARIF Institute juga menginisiasi program Pendidikan Karakter Anti-Kekerasan di SMU Negeri di pulau Jawa. Pada tahun 2011, intervensi pendidikan dilakukan di 4 Kota/Kabupaten (Surakarta, Yogyakarta, Cianjur, dan Pandeglang). Capaian dari program yang bertajuk “Pendidikan Karakter: Mengarusutamakan Nilai-nilai Toleransi, Anti-Kekerasan, dan Inklusif” ini adalah pengadaan buku materi pengayaan Pendidikan Karakter Anti Kekerasan untuk mata pelajaran PAI dan PKn. Kedua buku ini telah dilatihkan dengan melibatkan 100 orang guru matapelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Pendidikan Kewargaan (PKn) yang berasal dari 50 SMU Negeri. Adapun siswa yang menerima manfaat dari program ini berjumlah sekitar (±) 12.000 orang siswa.

Sejak tahun 2012, MAARIF Institute rutin menyelenggarakan jambore pelajar se pulau Jawa. Jambore ini merupakan forum tahunan pelajar yang memberi ruang untuk aktualisasi dan wadah belajar ketrampilan sosial kebinekaan serta mendorong peran aktif pelajar dalam upaya mencegah radikalisme di kalangan pelajar. Jambore ini telah dilakukan lima kali pada tiap kegiatannya dan melibatkan tak kurang dari 500 pelajar se pulau Jawa.

Bidang Intervensi Media

MAARIF Institute menggelar program sosialisasi gagasan dan kampanye pluralism dan anti-radikalisme melalui media popular. Diantara pada tahun 2011, memproduksi film biografi “Si Anak Kampung” yang diangkat dari novel dengan judul yang sama, yang menceritakan tentang sejarah kehidupan seorang Ahmad Syafii Maarif. Pada tahun 2012 bersama dengan Garin Nugroho memproduksi film “Mata Tertutup” yang mengangkat fenomena radikalisme keagamaan yang terjadi di anak muda dengan contoh kasus Negara Islam Indonesia (NII) dan Jemaah Islamiyah. Film Mata Tertutup telah diputar di lebih dari 15 Festival Film Internasional. Film ini juga didaulat sebagai Film Terbaik Apresiasi Film Indonesia (AFI) 2012, sebuah penghargaan yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain sebagai film terbaik, Mata Tertutup juga menyabet 4 penghargaan lain seperti sutradara terbaik, pemeran wanita terbaik, pemeran pendukung pria terbaik dan penata kamera terbaik.
Intervensi media melalui kesenian juga dilakukan oleh MAARIF Institute melalui pementasan teater “Fundamentalis Insyaf” (2015). Sebuah lakon teater berdasarkan pengalaman hidup seorang Ahmad Syafii Maarif yang melalui beragam kehidupan dan pandangan keagamaan. Perjalanan pandangan keagamaan Ahmad Syafii Maarif dari fundamentalisme hingga menjadi tokoh Islam moderat.
Intervensi media juga dilakukan dalam program MAARIF Award. Program MAARIF Award merupakan penghargaan atas inisiatif lokal pada kerja-kerja kemanusiaan yang melintas batas perbedaan suku, agama dan ras. MAARIF Award telah dilakukan sejak tahun 2007 hingga sekarang. Profil-profil lokal inspiratif ini dicari dan dipilih untuk kemudian dijadikan sebagai praktik terbaik (role model) toleransi di akar rumput. Sosialisasi profil dilakukan melalui media televisi nasional sebagai upaya distribusi informasi dan inspirasi kepada seluas masyarakat Indonesia. Setidaknya terdapat 13 individu dan atau lembaga pernah menerima MAARIF Award.

Area Program (2007-2016)