Anak Terlindungi, Indonesia Maju menjadi tema Hari Anak Nasional, 23 Juli 2020 belum lama ini. Tema ini diambil di tengah pandemi Covid-19 yang masih melanda Indonesia dan dunia. Anak Indonesia perlu terlindungi dari bahaya Covid-19. Pasalnya, anak menjadi bagian masyarakat yang rentan terpapar Covid-19. Melindungi mereka dari Covid-19, berarti kita sedang menyelamatkan generasi masa depan. Sebaliknya, membiarkan anak terpapar, karena ketidakpedulian/kemasabodohan terhadap bahaya Covid-19, maka pada dasarnya kita sedang menggelar karpet merah menuju kerusakan generasi.
Pilihan kita saat ini memang hanya itu, menyelamatkan atau membinasakan. Tentu pilihan tepat dan bijak adalah dengan menyelamatkan anak Indonesia. Menyelamatkan dan melindungi anak Indonesia dari Covid-19 perlu menjadi langkah bersama. Artinya, semua pihak perlu bersatu dalam kerja besar ini. Kerja besar itu dimulai dari langkah kecil yang dimulai dari keluarga.
Naluri Kasih Sayang
Lingkungan keluarga perlu menjadi rumah gembira bagi anak. Perubahan sistem sekolah dari tatap muka ke belajar dari rumah (BDR) membutuhkan peran dan partisipasi orang tua. Orang tua perlu kembali menyadari bahwa mereka adalah pendidik utama. Peran pendidikan utama inilah yang kini kembali ditagih oleh anak. Orang tua adalah guru pertama bagi anak. Pasalnya, dari merekalah anak-anak belajar; Dari merekalah semua hal baik dimulai; Dari merekalah anak belajar tentang dunia ini.
Maka proses belajar dan membelajarkan orang tua perlu digali dan diolah lagi. Jika dulu orang tua dengan ringan melepaskan anak menuju sekolah, kini mereka perlu mengikat erat dengan kasih bahwa mendidik adalah tugas dan tanggungjawabnya. Orang tua perlu menjadi guru yang super baik di mata anaknya. Bukan malah sebaliknya, sebagaimana tergambar dibanyak meme, guru di rumah lebih galak dibandingkan guru di sekolah.
Nalar dan naluri kasih sayang perlu dirawat orang tua, agar anak betah untuk tinggal di rumah. Sikap tegas memang perlu, namun keras dan galak perlu dihindari. Sikap tegas menjadi ciri orang tua dalam proses disiplin anak. Sikap keras dan galak merupakan potensi emosional orang tua yang akan melunturkan semangat anak dalam proses belajar dan tumbuh kembang.
Saat orang tua menyadari mereka adalah pendidik, maka setiap kata dan lakunya akan menjadi teladan bagi anak. Anak akan belajar dari orang tua, tentang bersikap, bertutur kata, bertindak, dan seterusnya. Saat orang tua mampu mewariskan karakter baik, maka anak Indonesia akan kuat dan bermartabat. Mereka akan menjadi pribadi yang mempribadi. Anak Indonesia akan merdeka dan menjadi anggota dari persatuan rakyat (masyarakat), sebagaimana petuah Ki Hadjar Dewantara.
Berawal dari Rumah
Semua itu bermula dari rumah. Dan kendali rumah bermulai dari kedua orang tua. Saat rumah menjadi tempat pendidikan utama, maka akan banyak lahir generasi emas atas sentuhan kasih sayang orang tua. Kelak mereka akan menjadi pemimpin dengan keteguhan sikap dan welas asih kepada sesama hidup. Model pembelajaran yang berubah di tengah pandemi Covid-19 mengharuskan rumah menjadi tempat belajar yang menyenangkan.
Gembira di rumah perlu menjadi spirit bersama dalam melindungi anak dari segala potensi buruk Covid-19. Model gembira di rumah pun akan dapat menekan kekerasan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak selama pandemi berpotensi naik. Sementara aduan selama proses belajar dari rumah meningkat sebagai proses adaptasi menjalani pembelajaran daring.
Saat rumah menjadi tempat persemaian luhur penuh kegembiraan, maka tidak akan ada lagi kekerasan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak muncul, karena ruang kegembiraan belum terbuka di banyak rumah. Ruang kegembiraan itu masih terselimuti oleh urusan-urusan pragmatis. Maka mengembalikan kegembiraan itu perlu dimulai saat ini. Yaitu dengan mewujudkan cinta kasih tanpa batas antara orang tua dan anak.
Kemauan dan Kesungguhan
Orang tua perlu lebih terbuka untuk mau mendengar setiap keluh kesah anak. Hal ini merupakan hak anak yang asasi. Orang tua perlu menjadi pendengar dan pemantik asa bagi anak-anaknya. Orang tua perlu menjadi pemimpin yang mampu mengarahkan dan menggerakan seluruh potensi anak. Kemauan dan kesungguhan orang tua mewujudkan kegembiraan di rumah merupakan langkah maju melindungi anak dari segela keburukan.
Gembira di rumah pun dapat menjadi salah satu cara menyehatkan mental dan jiwa orang tua. Orang tua tidak mudah stress menghadapi gejolak akibat pandemi Covid-19. Mereka akan selalu bergembira, pasalnya di rumah ada anak yang senantisa tersenyum dan menyambutnya dengan penuh cinta.
Pandemi Covid-19 selayaknya dipahami sebagai sarana mendekatkan dan merekatkan orang tua dan anak. Jika dulu atas nama pekerjaan dan sesuap nasi, orang tua agak abai terhadap tumbuh kembang, saat ini waktu yang tepat untuk kembali memperhatikan generasi cemerlang masa kini dan masa depan.
Penyelamatan itu sekali lagi bermula dari rumah. Menjadikan rumah sebagai surga bagi anak-anak menjadi sebuah keniscayaan demi tumbuh kembang anak Indonesia. Semua itu dimulai dengan rasa cinta dan penuh kegembiraan saat di rumah. Rumah menjadi pemancar sinar terang untuk kehidupan yang bermartabat.
Pada akhirnya, gembira di rumah perlu diwujudkan oleh orang tua untuk menjadi masa depan anak Indonesia. Tidak hanya itu, gembira di rumah pun menjadi cikal bakal terwujudnya Indonesia maju. Selamat Hari Anak Nasional. Anak Indonesia gembira di rumah.
Penulis: Komisioner KPAI periode 2017-2022 menjadi wakil ketua KPAI sekaligus komisioner bidang Pengasuhan (2015-sekarang). Master of Arts di bidang Sosiologi dari Monash University dan Magister Agama dari Interdisciplinary Islamic Studies UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengajar di FISIP Universitas HAMKA Jakarta dan peneliti di Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Artikel ini kerjasama MAARIF Institute dan Rahma.id
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!