Jakarta, MAARIF Institute. Pada 1-6 Agustus lalu, MAARIF Institute menyelenggarakan Jambore Pelajar se-Pulau Jawa untuk kali keempat di Surabaya dengan tema “Merawat Kebinekaan, Menolak Sektarianisme”. Tema tersebut diangkat mengingat beberapa tahun ini konflik atas nama sektarianisme marak terjadi, yang mana dapat mengancam disintegrasi bangsa dan perpecahan internal umat beragama.
Acara yang ditujukan bagi para pelajar SMA/se-derajat ini diikuti oleh 98 orang terpilih melalui proses seleksi. Mereka adalah para aktivis Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan pengurus organisasi ekstra kurikuler. Sebanyak 28 sekolah dari 18 Kota/Kab. di Pulau Jawa mengikuti acara tahunan ini. Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk komitmen MAARIF Institute dalam mengelola keberagaman di kalangan generasi muda.
Pada hari terakhir, para peserta ditugaskan untuk membuat Creative Mission Statement (CMS) sebagai gambaran singkat tentang tindak lanjut yang akan dilakukan ketika kembali ke sekolah dan lingkungan masing-masing. Jambore Pelajar didasarkan pada 12 Nilai Karakter Kebangsaan yang menjadi ruh selama acara berlangsung. Keduabelas nilai tersebut adalah Konteks Keimanan yang Mejemuk, Semangat Menuntut Ilmu, Jujur, Adil, Berbaik Sangka, Persahabatan, Empati, Peduli dan Tolong Menolong, Toleransi, Musyawarah, Cinta Tanah Air, serta Mengajak Kepada Kebaikan dan Mencegah Kemunkaran.
Salah satu tindak lanjut yang dilakukan oleh peserta, yang telah menjadi alumni, adalah Program 4B (Bawa Bekal Buat Berubah). Program 4B terdiri dari dua kegiatan, yaitu Gerakan dan Gebrakan 4B. Gerakan 4B adalah kegiatan rutin yang dilakukan setiap dua minggu sekali,berupa membawa bekal ke sekolah. Hal ini bertujuan untuk menyisihkan uang jajan seikhlasnya, di mana dana yang terkumpul digunakan untuk Gebrakan 4B.
Gebrakan 4B sendiri merupakan pelayanan sosial yang diharapkan dapat membawa perubahan pada daerah sekitar. Oleh Elizabeth Puspaningrum Sinyor(alumni Jambore Pelajar 2016) dan kawan-kawannya, Gebrakan 4B diterjemahkan dalam bentuk Penuntasan Buta Aksara.Hal ini dilatarbelakangi kegelisahan dan fakta bahwa Kabupaten Jember merupakan salah satu daerah yang memiliki angka buta aksara tinggi di Indonesia. Juga karena Elizh, begitu Elizabeth akrab disapa, terinspirasi dari Saka Pustaka yang ia geluti.
“Pulang Jambore, saya (Elizabeth) mendiskusikan dengan teman-teman tentang apa yang kami bisa lakukan sebagai pelajar di Jember. Akhirnya kami putuskan untuk membantu menuntaskan buta aksara sebagaimana yang sempat saya gagas ketika Jambore. Hal ini sebagai bentuk peduli dan tolong menolong yang materi dan contoh nyatanya saya dapat ketika Jambore berlangsung.” papar Elizh.
Langkah Nyata
Berkat kegigihannya dalam merencanakan program, tawaran Elizh dan kawan-kawannya yang tergabung dalam PRASMASA (Pramuka SMA Negeri 1 Jember) direstui oleh Kepala Sekolah. Bahkan Kepala Sekolah menginstruksikan agar melibatkan adik kelas supaya program yang digagas berkelanjutan. Hingga akhirnya PRASMASA menjadikan Program 4B menjadi Program Kerja Tetap Pramuka SMA Negeri 1 Jember.
Setelah mendapat restu dan dukungan penuh dari pihak sekolah, PRASMASA bertolak ke BPS (Badan Pusat Statistik) untuk mendapatkan data ihwal Buta Aksara di Jember. Di BPS mereka mendapatkan data yang dibutuhkan dan mulai menyusun strategi untuk mengurus perizinan ke lokasi yang akan dikunjungi.
Pada 7 Oktober lalu, PRASMASA mulai bergerak ke Antirogo untuk menyurvei lokasi, menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan, serta mengurus perizinan kepada pihak berwenang setempat. Bak gayung bersambut, warga setempat menerima dengan tangan terbuka. Sebelumnya, PRASMASA terlebih dahulu melakukan sosialisasi ke tiap kelas untuk merealisasikan Gerakan 4B. Selain itu, sosialisasi ini pun bertujuan untuk mencari relawan yang bersedia meluangkan waktu dan melibatkan diri dalam kegiatan Penuntasan Buta Aksara.
Setelah melewati rangkaian proses kegiatan, akhirnya untuk kali pertama program Penuntasan Buta Aksara dapat terealisasi pada Sabtu, 22 Oktober 2017, di Antirogo, Jember, Jawa Timur. Melihat kondisi Antirogo, program ini ditujukan bagi para ibu rumah tangga yang berasal dari beragam latarbelakang keagamaan.
Acara dimulai dengan orientasi dari perwakilan PRASMASA. Kemudian dilanjutkan dengan Pengenalan Huruf Latin. Pada prosesnya, sebagian anggota PRASMASA menjadi pengajar dan sebagian anggota lain mendampingi para ibu guna membantu mereka secara lebih dekat dan langsung. Setelahnya, ada permainan tebak huruf agar para ibu lebih bersemangat. Terlebih, ibu yang bisa mendapat pertanyaan akan mendapatkan hadiah yang telah dipersiapkan. Pelaksanaan kegiatan Pengentasan Buita Aksara ini juga dibantu beberapa siswa non-PRASMASA sebagai relawan.
Mengingat ini merupakan program rintisan, dalam perencanaannya, kegiatan ini dilaksanakan sekali dalam sebulan. Elizh berharap program ini dapat berlanjut, tak terhenti sampai ia menyelesaikan studi di SMA.
“Penuntasan Buta Aksara (pelaksanaan) ini baru pertama kali bagi kami. Kami berharap program ini dapat bertahan dalam waktu yang lama sebagaimana yang kami rencanakan bersama. Ini terbuka bagi semua warga yang membutuhkan, kami tidak melihat latar belakang suku dan agama,” pungkas Elizh, satu-satunya siswa beragama Katolik yang mengikuti Jambore Pelajar 2016. (PAF/MAD)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!