Pengarang: http://properti.kompas.com/

JAKARTA, KOMPAS.com – Berdasarkan metodologi untuk membaca sumber-sumber utama dalam al-Quran dan Hadits, ada nilai-nilai yang dikuantifikasi dalam standar baku kota islami.

Indeks Kota Islami (IKI) disusun berdasarkan parameter untuk mengukur dan memeringkat kinerja pemerintah dalam mengelola kotanya. Parameter ini berbasis nilai-nilai Islam dan pelayanan masyarat.

Dalam penyusunannya, IKI berlandaskan prinsip-prinsip maqashid syariah. Prinsip-prinsip ini dielaborasi dalam beberapa dimensi seperti aspek keagamaan, kepemimpinan dan tata kelola pemerintahan, peradaban, kemakmuran dan keunggulan.

“Pertama di dunia, konsep keislaman dalam level perkotaan. Bukan perilaku masyarakat seperti pada antropologi, tapi kota sebagai kajian unik analisis,” ujar Direktur Eksekutif Maarif Institute saat pemaparan hasil IKI di Hotel Alia, Jakarta, Selasa (17/5/2016).

Dari studi pendahuluan yang dilakukan, untuk mendefinisikan Kota Islami harus diawali dari terminologi Islam. Islam sendiri didefinisikan sebagai agama dan peradaban.

Sebagai agama, Islam harus membawa perubhan nyata berupa keadaan baik bagi yang lain.

Untuk mengukurnya, Maarif Institute menggunakan metodologimaqashid syariah dalam keilmuan Ushul Fiqh, yaitu menjaga harta benda, kehidupan, akal, agama keturunan dan menjaga lingkungan.

Dalam pemahaman ini, indeks ini pun menggunakan perspektifmaqashid kontemporer yang bernuansa pengembangan dan pemuliaan hak asasi.

Penggunaan metode kontemporer akan mendorong isu pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai salah satu tema bagi kemaslahatan publik.

Konsekuensi dari penggunaan metode ini, realisasi maqasih dapat diukur secara empiris melalui metode ilmiah.

Metode ini juga merujuk pada target-target pembangunan SDM versi Perserikatan Bangsa-bangsa atau lembaga lain.

Berdasarkaan prinsip tujuan tersebut, Maarif menyusun definisi kerja Kota Islami adalah kota yang aman, sejahtera, dan bahagia. Masing-masing variabel ini, dibagi beberapa indikator.

Variabel aman memiliki indikator, kebebasan beragama dan keyakinan, perlindungan hukum, kepemimpinan, pemenuhan hakp olitik perempuan, hak anak dan difabel.

Sementara indikator variabel sejahtera adalah tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan kesehatan.

Terakhir, indikator variabel bahagia yakni berbagi dan kesetiakawanan serta harmoni dengan alam.

Ada 29 kota yang dijadikan fokus penelitian yaitu Banda Aceh, Padang, Padang Panjang, Jambi, Bengkulu, Palembang, Metro, Pangkalpinang, Batam, Tasikmalaya, Surakarta, Salatiga, dan Semarang.

Kemudian Yogyakarta, Malang, Tangerang, Serang, Mataram, Kupang, Pontianak, Banjarmasin, Manado, Palu, Makassar, Ambon, Jayapura, Bandung, Surabaya dan Denpasar.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

twelve − four =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.