Jakarta – Hingga saat ini, belum ada organisasi atau lembaga yang melakukan penyusunan untuk mengukur, dan memberikan peringkat kinerja pada kota yang dinilai memiliki nilai-nilai Islam. Sehingga Maarif Institute, dalam waktu dekat akan melaksanakan uji publik untuk melakukan penghitungan Indeks Kota Islami.
Hal tersebut merupakan upaya Maarif Institute untuk menyusun parameter, mengukur dan memberikan peringkat kinerja kota dalam mengelola kota berbasiskan nilai-nilai Islam dalam pelayanan masyarakat.
“Dalam penyusunannya, indeks kota Islami akan berlandaskan prinsip-prinsip maqashid syariah. Prinsip ini akan dielaborasi dalam beberapa aspek seperti keagamaan, kepemimpinan dan tata kelola pemerintahan, peradaban, kemakmuran dan keunggulan,” ujar Ahmad Imam Mujaddid Rais, Koordinator Tim Indeks Kota Islami di kantor PP Muhammadyah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (27/8/2015).
Menurutnya berdasarkan 6 prinsip tujuan syariah tersebut, tersusunlah 3 komponen, bahwa kota Islami adalah kota yang aman, sejahtera dan bahagia. Dari 3 komponen tersebut, tersusunlah beberapa indikator dan variabel dalan Indeks Kota Islami.
“Untuk kota yang aman, variabelnya adalah kebebasan menjalankan agama dan keyakinan. Kedua adalah pemenuhan hak dasar warga negara. Kedua hal ini juga terbagi dalam beberapa indicator, seperti toleransi, saling menghormati dan non diskriminatif, kebebasan berdakwah dan mendirikan tempat ibadah, adanya regulasi yang mendukung, kepemimpinan teladan, anti korupsi, dan beberapa indicator lainnya,” jelasnya.
Sementara untuk kota yang sejahtera terbagi dalam 4 variabel, yaitu pendidikan yang responsif, pekerjaan, pendapatan, hingga terjaminnya layanan kesehatan. Untuk kota yang bahagia, terbagi dalam 3 variabel, yaitu kota yang mengakomodasi warganya untuk nyaman, dimensi kolektif berbagi dan kesetiakawanan, serta keharmonisan dengan alam.
“Indeks kota Islami akan mencakup 93 kota, 3 komponen, 9 variabel dan 41 indikator. Dalam penyusunannya, Indeks kota Islami akan menggunakan dua tipe data, yaitu data obyektif dan data persepsi/subyektif. Data objektif terdiri dari berbagai dokumen resmi dan terpublikasi seperti data statistik di BPS pusat dan daerah, Bappenas, APBD, RPJMD, catatan kegiatan dan sebagainya,” kata dia.
Sementara data persepsi akan diperoleh melalui narasumber yang dipilih melalui kriteria ketat yang berhubungan dengan keahlian atau informasi terkait indikator yang diukur. Setelah itu, data akan diolah dengan melakukan pembobotan nilai untuk selanjutnya disusun dalam indeks.
“Proses ini akan dilakukan selama 5 bulan ke depan. Indeks ini nantinya akan dirilis pada Januari 2016,” tutupnya.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!