Anny Syukriya
perempuan pemimpin
Moderasi Kepemimpinan Keluarga : Perempuan Pemimpin Keluarga (1)

Syahrur dalam bukunya Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, menginterpretasikan bahwa ayat kepemimpinan dalam QS. An-Nisa’ 34 menjelaskan sebuah kepemimpinan bebas di tangan orang-orang yang memiliki kelebihan. Baik itu laki-laki atau perempuan, semua bisa menjadi pemimpin

Interpretasi Syahrur mengisyaratkan tentang adanya kesamaan dan kelebihan yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada sebagian orang laki-laki dan perempuan atas sebagian yang lain. Maka kepemimpinan dalam keluarga bersifat fleksibel bagi siapapun bisa menjadi pemimpin untuk menghidupi keluarganya dengan tanggung jawab.

Pesan Inti dari Qawwam Adalah Komitmen

Dari berbagai perspektif istilah qawwam di atas; qawwam sebagai pemimpin, pelindung, pendidik dan penanggung jawab maka pesan intinya adalah sebuah komitmen. Sebuah nilai etis dan prinsip yang harus dipegang erat bagi siapapun yang menjalakan tugas-tugas profetik baik dalam relasi keluarga maupun masyarakat luas. Menunaikan komitmen melalui pemenuhan hak dan kewajiban dengan penuh tanggung jawab bukan semata-mata kewenangan.

Nazaruddin Umar memberikan makna pada istilah الرجال dan النساء sebagai peran/ beban sosial bukan identitas biologis. Adapun penyebutan laki-laki dan perempuan dengan identitas biologis, Al Qur’an menggunakan istilah الذكر untuk laki-laki dan الأنثي untuk perempuan. Dengan begitu dapat kita fahami bahwa istilah الرجال bermakna laki-laki secara sosial (maskulinitas) dan النساء bermakna perempuan secara sosial (feminitas) tanpa harus melekatkan diri dengan identitas biologisnya.

Menurut perspektif tafsir Mubaadalah, QS. An-Nisa ayat 34 ini bukan sedang menegaskan kepemimpinan atau tanggung jawab laki-laki terhadap perempuan dengan basis kelamin. Dalam Islam, seseorang tidak diberi beban tanggung jawab karena jenis kelaminnya namun karena kemampuan dan pencapaian yang dimiliki. Ayat ini sedang berbicara mengenai tuntutan terhadap mereka yang memiliki keutamaan (fadhl) dan harta (nafaqah) untuk melaksanakan tanggung jawab bagi mereka yang tidak mampu dan tidak memiliki harta.

Lalu, Siapakah Pemimpin Keluarga?

Pada tatanan praktis masyarakat; ketika mendengar istilah pemimpin keluarga atau kepala keluarga maka akan tertuju kepada sosok laki-laki yakni suami atau ayah. Peran laki-laki sebagai suami dikukuhkan dalam UUP No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 31 ayat 3 yang berbunyi “Suami adalah Kepala Keluarga dan Istri Ibu Rumah Tangga.”

Istilah pemimpin keluarga secara umum dikaitkan dengan pemberi nafkah materi dalam keluarga. Sehingga ada beberapa kasus para suami yang fokus bekerja mencari nafkah dan kurang memperhatikan jihad-jihad domestiknya. Selain itu, muncul persepsi bahwa kebutuhan terbesar perempuan ada pada perlindungan melalui nafkah materi suaminya.

Namun faktanya saat ini; banyak perempuan yang mampu bekerja sama persis dengan laki-laki bahkan mandiri dan mampu memiliki harta lebih banyak. Fakta lainnya adalah fenomena keluarga yang dikepalai perempuan dan perempuan kepala keluarga; beberapa keluarga ada juga yang tidak menggunakan konsep nafkah, jadi kedua belah pihak sama-sama bekerja untuk menanggung kebutuhan keluarganya.

Dua Puluh Lima Persen Keluarga di Indonesia Dipimpin Perempuan

Menurut data yang dihimpun Yayasan PEKKA hampir 25% keluarga di Indonesia, perempuan menjadi pemimpin dengan beberapa variasi formasi keluarga; yaitu perempuan bercerai, perempuan yang ditinggal suaminya, perempuan yang suaminya meninggal dunia, perempuan yang tidak menikah dan memiliki tanggungan keluarga, perempuan bersuami namun karena suatu hal suaminya tidak dapat menjalankan fungsi sebagai kepala keluarga, dan perempuan bersuami namun suaminya tidak hidup bersamanya.

Fakta ironisnya, para perempuan yang menjadi pemimpin keluarga ini tidak diakui dan mendapatkan diskriminasi dalam kehidupan sosial politiknya. Hal ini menjadi PR besar bagi negara untuk memberikan akses setara berupa pelayanan dan perlindungan yang aman bagi keberlangsungan kehidupan keluarga Indonesia baik yang dikepalai laki-laki maupun perempuan.

Peran pemimpin keluarga yang dilekatkan pada laki-laki (suami) bukanlah sesuatu yang baku. Peran ini bersifat fungsional yang bisa dirembukkan secara musyawarah. Spirit sosial dari QS. An-Nisa :34 adalah pentingnya mewujudkan komitmen bersama-sama dalam hal menanggung beban nafkah keluarga dan kedua belah pihak dituntut untuk bekerja sama demi mewujudkan kebaikan-kebaikan dalam keluarganya.

Konsep kepemimpinan tim dalam keluarga ini ditegaskan pula dalam QS. At-Taubah ayat 71 yang berbunyi:

وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاُولٰۤىِٕكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”

Kepemimpinan Keluarga Adalah Rangkaian Kegiatan Keterpaduan, Kesalingan dan Kemitraan

Dalam ilmu manajemen, kepemimpinan merupakan rangkaian kegiatan yang menggerakkan suatu hal. Kepemimpinan keluarga adalah rangkaian kegiatan keterpaduan, kesalingan dan kemitraan sehingga tidak ada saling dominasi dan monopoli. Sebagai tim atau mitra sejajar dalam keluarga, menjadi keniscayaan keduanya untuk berkomitmen saling memuliakan, saling memberi keridhaan “taraadhin minhuma”, saling melindungi dan saling bertanggung jawab. Apa yang menjadi maslahat bagi salah satu pihak maka harus diterapkan bagi keduanya dan apa yang menjadi mudharat maka harus dihindari keduanya.

Spirit pemberdayaan keluarga di dalam Al-Quran harus kita maknai dengan perspektif keadilan karena keadilan lebih mendekatkan dengan ketaqwaan (Al Maidah ayat 8). Tuhan selalu mengajak manusia untuk berpikir dengan bijak melalui refleksi atas dialektika pesan-pesanNya dengan zaman yang selalu berubah. Mitra yang setara akan senantiasa membangun keluarganya dengan basis kesalingan tim yang menghidupkan potensi diri dalam mewujudkan segala mimpi. Kedua belah pihak bersama-sama mewujudkan dan melestarikan visi misi kebaikan dalam hidup di dunia dan sebagai bekal di akhirat nanti.

Penulis: Anny Syukriya asli kota Pekalongan. Dulu pernah nyantri di Gontor, Jawa Timur dan saat ini sedang belajar di Pascasarjana UIN Maliki Malang. Aktivitas sehari-hari sebagai Instruktur Semarak Literasi Qur’an (SLQ) AIK Universitas Muhammadiyah Malang, membantu mengajar di Tahfiz Qur’an Tematik Yayasan Bait Al Hikmah dan aktivis Nasyiatul ‘Aisyiyah Lowokwaru. Suka nyanyi, membaca, dan sedang belajar menulis apa yang ingin dan perlu ditulis seputar gender dan pendidikan. Beberapa tulisannya ada di blog pribadi anny619.blogspot.com.

Artikel ini kerjasama MAARIF Institute dan Rahma.id

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

one × four =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.