Ai Fatimah Nur Fuad, Lc., MA., Ph.D

Otoritas keagamaan dalam Islam sering dipahami dan dikaitkan dengan sosok ‘ulama, ustadz, syeikh atau tokoh agama yang memiliki pemahaman yang mendalam terkait agama; khususnya terkait hukum Islam. Pengakuan mendasar atas otoritas mereka didasarkan pada kedalaman wawasan keagamaan mereka. Mereka biasanya adalah orang yang belajar secara mendalam dalam waktu yang cukup lama dari pakar Islam (ulama yang lebih senior).

Pertanyaan tentang “ who can speak authoritatively about Islam?”; biasanya dijawab dengan “ulama atau tokoh agama yang memiliki pengetahuan yang komprehensif mengenai Islam dan terdidik melalui proses ‘training’ dalam tradisi keislaman yang kuat”.

Dalam image dan perspektif masyarakat kita secara umum, seringnya terminologi “ulama” diterapkan kepada sosok laki-laki. Hal ini tentu berdampak kepada praktik keagamaan di masyarakat kita juga. Apabila ada kegiatan keagamaan baik skala kecil, besar ataupun nasional; seringkali yang diundang dan dianggap memiliki otoritas untuk berbicara agama dan memberikan fatwa dalam persoalan keagamaan adalah laki-laki. Dampak lain terlihat juga pada wacana yang berkembang di masyarakat kita menunjukkan bahwa yang dapat berbicara fasih tentang agama adalah laki-laki.

Riset-Riset Otoritas Keagamaan Tentang Perempuan

Riset-riset yang sudah pernah dilakukan mengenai otoritas keagamaan baik secara institusi,organisasi ataupun individu seringkali mengabaikan unsur perempuan. Hal ini tentu berpengaruh pada pembentukan diskursus publik tentang otoritas keagamaan yang didominasi oleh laki-laki. Memang sudah ada beberapa riset yang membahas dan menyinggung mengenai otoritas keagamaan perempuan dalam berbagai konteks dan dinamikanya di Indonesia;  seperti yang sudah dilakukan oleh Afrianty, 2019; Ismah, 2016; Rinaldo, 2019; Hefner, 2019 dan Kloos, 2016.

Namun demikian, masih perlu banyak riset yang dapat menggambarkan representasi perempuan yang memiliki otoritas keagamaan yang memadai dan mumpuni. Saat ini, kita sudah terbiasa melihat bagaimana perempuan di berbagai organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah, NU dan lain-lain secara aktif melakukan edukasi bagi masyarakat dalam berbagai bidang, termasuk bidang agama. Tidak hanya itu, mereka juga secara konsisten dan disiplin menempa dirinya agar bisa menguasai agama dengan baik dengan mengikuti training-training keagamaan; baik yang diadakan oleh pemerintah ataupun yang diadakan oleh organisasi-organisasi yang perhatian dalam peningkatan kapasitas wawasan agama perempuan.

Selain perempuan yang aktif berjuang melalui organisasi keagamaannya; banyak juga perempuan secara individu memiliki kualitas pendidikan dan wawasan keagamaan yang sangat baik. Mereka aktif di kampus-kampus, di sekolah-sekolah, bahkan di majelis-majelis taklim ataupun pengajian-pengajian yang menyebar di berbagai tempat di Indonesia. Mereka tentunya memberikan kontribusi yang nyata dalam penguatan pemahaman keagamaan kepada masyarakat yang ada di sekitarnya.

Oleh karena itu, riset mengenai keberadaan, sikap terjang dan sumbangsih mereka dalam memberikan pemahaman agama kepada masyarakat perlu diakui dan diapresiasi. Tentu penting untuk dilakukan kajian-kajian mengenai kegiatan keagamaan mereka di komunitas terdekat mereka ataupun di masyarakat luas. Riset seperti ini tentu akan turut membentuk dinamika wacana yang berkembang di masyarakat mengenai otoritas keagamaan perempuan; selain tentu memberikan inspirasi kepada pelaksana kegiatan keagamaan bahwa banyak perempuan memiliki wawasan dan pengetahuan keagamaan yang otoritatif.

Perempuan Aktif Mencerahkan Masyarakat Melalui Pengetahuan Agama yang Dimilikinya

Mereka tidaklah muncul secara instan tetapi melalui proses pendidikan dan pelatihan yang panjang dan serius. Mereka misalnya adalah alumni dari universitas ternama di luar negeri yang konsen dalam bidang agama seperti universitas Al-Azhar Cairo Mesir, alumni dari berbagai pesantren baik tradisional ataupun pesantren modern, alumni dari universitas Islam negeri seperti UIN, IAIN, STAIN dan universitas Islam swasta lainnya. Mereka juga tersebar mengabdi dan aktif di berbagai perguruan tinggi, organisasi keagamaan, dan lembaga lainnya.

Sehingga ketika berbicara mengenai otoritas keagamaan tidak seharusnya hanya ditempelkan kepada laki-laki; karena perempuan juga hadir dan aktif untuk mencerahkan masyarakat, melalui pengetahuan agama yang dimilikinya. Sebagai contoh sederhana saja, kita bisa melihat bahwa aktifitas majelis taklim, pengajian, liqo, halaqah dan lain sebagainya di tingkat akar rumput; lebih banyak ‘dihidupkan’ oleh para aktifisnya yang perempuan.

Oleh karena itu, penting ditumbuhkan kembali motivasi kajian atau riset mengenai representasi perempuan dalam berbagai kegiatan di atas dan bagaimana kaitannya dengan upaya menguatkan otoritas keagamaan perempuan.  Sebagai contoh, masih jarang kita temukan kajian/riset mengenai sejauh mana ideologi dakwah tertentu membentuk otoritas keagamaan aktifis/anggota perempuannya? Bagaimana suatu organisasi keagamaan merumuskan bentuk/formula otoritas keagamaan perempuan yang sesuai dengan orientasi atau visi dakwah organisasinya?

Hal seperti ini penting dikaji untuk melihat sejauh mana organisasi keagamaan memiliki perhatian yang kuat mengenai perkembangan intelektualitas dan otoritas keagamaan perempuan di organisasinya. Selain itu juga untuk melihat bagaimana dan sejauh mana pimpinan organisasi keagamaan yang notabene adalah laki-laki memberikan akses pendidikan/training yang setara kepada aktifis perempuannya.

Akses untuk meningkatkan wawasan agama dan diberikan kepercayaan untuk aktif menyebarkan ilmu agama tersebut kepada masyarakat luas; melalui organisasi keagamaan yang dipimpinnya. Dari hal sederhana ini; berharap bahwa perbincangan dan praktek mengenai otoritas keagamaan di masyarakat kita bisa menampilkan representasi perempuan secara tepat.

Penulis adalah Alumni Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Dosen Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA. Ph. D dalam bidang Studi Agama University of Leeds, the United Kingdom

Artikel ini kerjasama MAARIF Institute dan Rahma.id

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

12 + two =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.