Surakarta, 12 November 2022, Melanjutkan agenda pencerahan dan transformasi reformasi Islam dalam bingkai keindonesiaan pasca Buya Syafii, MAARIF Institute punya tanggungjawab moral untuk mewarisi, merawat serta melanjutkan dan menghidupkan ruang-ruang diskusi dan debat mengenai apa yang telah dirumuskan Buya Syafii selama hidupnya. Untuk tujuan itu, MAARIF Institute menyelenggarakan kegiatan Muktamar Pemikiran Ahmad Syafii Maarif: Islam, Kebhinekaan dan Keadilan Sosial, pada 12 Nopember 2022 di Ruang auditorium Muhammad Djazman, Kampus I UMS Solo.
Kegiatan ini menghadirkan beberapa tokoh lintas agama dan cendekiawan dengan fokus membahas relevansi pemikiran ASM dalam konteks tantangan keindonesiaan dan kemanusiaan. Kegiatan simposium ini diharapkan melahirkan pokok-pokok pikiran yang disumbangkan seorang kader terbaik Muhammadiyah untuk bangsa dalam rangka siar Muktamar Muhammadiyah ke-48.
Pertemuan ilmiah ini menghadirkan sejumlah narasumber bertaraf internasional untuk menyampaikan apa yang menjadi keresahan dan gagasan Buya Syafii yang digeluti sepanjang karir intelektualnya. Beberapa narasumber yang hadir di antaranya Prof. Dr. KH. Haedar Nashir (Ketua Umum PP. Muhammadiyah), Prof. Dr. Sofyan Anif (Rektor UMS), Prof. Dr. Amin Abdullah (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta / Anggota Dewan Pengarah BPIP), Dr. Romo Greg Soetomo (Koordinator Dialog dengan Muslim di Jesuit Conference of Asia Pacific, Manila, Filipina), Elga Sarapung (Dian Interfidei), Ulil Abshar Abdalla (Ketua Lakpesdam PBNU), Dr. Azhar Ibrahim (National University of Singapore), Prof. Dr. Ahmad Najib Burhani (Kepala OR IPSH-BRIN), Dr. J. Haryatmoko, SJ (Universitas Sanata Dharma Yogyakarta), Thung Julan (Senior Researcher The Research Center for Society and Culture – The Indonesion Institute), Philips J Vermonte, Ph.D. (Dekan Fisip UIII), dan Yayah Khisbiyah (Direktur Eksekutif PSBPS UMS)
Abd. Rohim Ghazali, Direktur Eksekutif MAARIF Institute, dalam sambutannya menyampaikan bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah menginternalisasikan semangat intelektualisme dan cita-cita sosial Ahmad Syafii Maarif di kalangan kaum muda Indonesia melalui proses diskursus publik dan kaderisasi intelektual.
“Buya Syafii selalu menegaskan pentingnya anak-anak bangsa untuk menjalin persaudaraan, bekerja sama dengan berbagai pihak, baik intra dan antar-agama, untuk membangun Indonesia yang lebih baik di masa depan, sebagaimana dicita-citakan Buya Syafii”, jelasnya.
Pesan yang sama disampaikan Dewan Pembina Maarif Institut Fajar Riza Ul Haq, bahwa menyampaikan, bermuhammadiyah bagi Buya Syafii adalah berkemajuan, yang selaras dengan risalah Islam berkemajuan pada salah satu spiritnya, yaitu Islam adalah jiwa kemajuan. “Buya Syafii merupakan seorang pemikir yang membawa pikiran Islam pada arah yang berkemajuan. Nilai berkemajuan itulah yang tergambar dalam tulisan-tulisannya, perilakunya, dan juga sisi keluasan pergaulannya,” ujar Fajar.
Sementara Wakil Rektor IV UMS, Prof., Dr., dr., EM., Sutrisna, sangat mengapresiasi kegiatan Muktamar Pemikirasn Ahmad Syafii Maarif, yang akan dilanjutkan dengan kegiatan Sekolah Kebudayaan dan Kemanusiaan, selama lima hari ke depan. “Sebagai tuan rumah, kami merasa punya tanggungjawab moral-akademis, untuk turut menyebarkan gagasan serta melanjutkan pemikiran Buya yang sangat dibutuhkan bangsa ini.
“Selamat mengadakan Muktamar Pemikiran selama 6 hari di UMS, yang Insyaallah semua berkah, menghasilkan keputusan-keputusan yang bermanfaat bagi kemanusiaan,” katanya.
Sementara Prof. Haedar Nashir, dalam sambutannya, yang sekaligus membuka acara Muktamar Pemikiran, mengatakan bahwa kegiatan ini patut disambut dengan baik dan menjadi bahan inspirasi dan pengayaan khazanah keumatan dan kebangsaan untuk mengenang Buya Syafii, sang mujahid bangsa. Dalam kesempatan tersebut, Haedar, menyampaikan, perlunya diingat kembali, bahwa perempuan Indonesia telah lama hadir untuk kebangkitan nasional menuju Indonesia merdeka, melalui kongres perempuan pertama. “Maka letakkan juga bahwa Kongres Perempuan itu bukan hanya tentang kebangkitan Indonesia tapi juga untuk Indonesia Merdeka,” ujar Haedar Natsir.
Menurutnya, berpandangan kritis terhadap sila ke-4 Pancasila yang menurutnya telah terjadi dekonstruksi secara ambyar, pasca reformasi, dalam kaitannya dengan praktik maupun konstruksi pemikiran. “Intinya sebenarnya amandeman UUD 1945 dalam konteks sila ke-4 itu sudah menghapus sila ke-4,” ujar Haedar.
Acara Muktamar yang dihadiri tidak kurang dari 100 peserta dari tokoh lintas agama, cendekiawan, akademisi, aktivis, dan mahasiswa ini, merupakan rangkaian acara Festival Pemikiran Ahmad Syafii Maarif, yang berlangsung hingga Mei 2023 tahun depan. Semoga sikap intelektual, kebersahajaan, dan keteladanan yang ada pada diri Buya bisa menjadi virus positif bagi segenap masyarakat di Indonesia, terutama di kalangan generasi muda millennial, dengan harapan mereka bisa menyebarkan pemikiran Islam yang inklusif, toleran, moderat serta berpihak pada kemanusiaan, kenegaraan serta keindonesiaan. Pula, mereka setidaknya memiliki perspektif, sikap dan pendirian yang relatif sama dalam memotret dinamika, perubahan dan perkembangan kehidupan keberagaman di Indonesia.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!