SEHARI sebelum ditemui di rumahnya, Buya Syafii Maarif melawat ke Jakarta. Ia menghadiri perayaan ulang tahun Kardinal Julius Riyadi Darmaatmadja yang dihelat, Sabtu (10/1).
Dengan merujuk kembali pada gelar Buya yang melekat pada sosoknya, memang makna sebagai Bapak Bangsa lebih relevan karena kendati dibesarkan Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia. Syafii bukan cuma jadi referensi umat muslim, melainkan juga mereka yang berkeyakinan berbeda.
Buya Syafii tercatat pernah berdialog dengan tokoh-tokoh dunia, seperti Moamar Khadafi, George W Bush Paus Yohanes Paulus II, serta para petinggi agama lainnya.
“Dialog penting untuk lebih mengetahui pemikiran setiap tokoh,” kata Buya Syafii tentang perkenalan dan perkawanannya dengan sosok-sosok pengambil keputusan besar di dunia itu.
Hingga kini, Buya tetap punya tugas rutin mengirim artikel ke berbagai media. “Kegiatan menulis yang begitu padat sering membuat saya kerepotan karena paling tidak, sekali sebulan harus membuat satu makalah untuk seminar. Kalau sudah deadline-deadline, itu yang bikin susah,” cerita dia.
Namun, energi untuk kegelisahan dan kegalauannya, kata Buya Syafii terlampau besar, tugas-tugas itu tetap ia tunaikan. “Saya ingin agar ke depan negeri ini dapat lebih baik, lebih adil, dan lebih beradab.Negara ini terlalu lama salah urus,” kata Buya Syafii.
Peran pendidikan
Penghargaannya pada pemikiran moderat dan umat muslim yang modern, bisa jadi dilatari perjalanan hidupnya. Dari kampungnya di Sumpur Kudus, Sumatra Barat, kemudian ia merantau ke Yogyakarta untuk bersekolah.
“Sekolah telah mengubah seluruh kehidupan saya,” terang Buya Syafii dalam buku autobiografinya Titik Kisar di Perjalananku yang kemudian diterbitkan ulang dengan judul Memoar Seorang Anak Kampung.
Jika tidak melanjutkan pendidikan di Jawa, lanjut Syafii, barangkali ia masih sibuk menjala ikan di kampung, bukannya terbang hingga ke Chicago, Amerika Serikat, untuk kuliah.
Berkah yang diterimanya itu, kata Buya Syafii, berupaya dibalasnya dengan setia bersikap paling mendekati kebenaran sesuai fakta.
“Hidup dijalani secara wajar sekali pun perasaan frustrasi oleh berbagai sebab sering juga datang.Hidup bergerak antara suka dan duka, tenang dan gelisah, bersemangat dan lesu, demikian seterusnya,” kata Buya Syafii.
Semua kiprahnya itu, kata Buya Syafii, diharapkan jadi bekalnya menabung untuk mendapat khusnul khotimah, akhir yang baik di ujung perjalanan duniawi yang bisa datang sewaktu-waktu. (AT/M-1)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!