DAFTAR PESERTA LOLOS SELEKSI
KETENTUAN PESERTA YANG DINYATAKAN LOLOS
Berdasarkan hasil rapat tim panitia Jambore Teladan Bangsa 2018, dengan ini panitia mengumumkan 110 pelajar yang dinyatakan lolos seleksi untuk mengikuti Jambore Pelajar Teladan Bangsa 2018, 8 – 13 Juni 2018 di Garut.
Kami mengucapkan banyak terimaksih kepada seluruh calon peserta yang sudah mengirimkan berkas untuk mengikuti Jambore Pelajar Teladan Bangsa 2018. kami sangat menyesal tidak bisa meloloskan seluruh calon peserta yang mendaftar karena keterbatasan kuota, mudah-mudahan bisa bergabung di jambore selanjutnya.
Peserta dalam kegiatan ini ialah para pelajar dari berbagai SMA/se-derajat di seluruh Indonesia. Kuota peserta sebanyak 100 orang yang akan disaring melalui seleksi oleh panitia
Kegiatan ini akan diselenggarakan pada 8-13 Juli 2018 di Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah
Garut, Jl. Ciledug No. 284 RT.001/RW.002, Ngamplangsari, Cilawu, Kab Garut, Jawa Barat
- Pelajar Sekolah Menengah Atas/se-derajat Negeri ataupun Swasta di Indonesia.
- Aktif sebagai pengurus OSIS atau kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya.
- Membuat lembar motivasi mengikuti Jambore Pelajar Teladan Bangsa 2018 (250-400 kata).
- Melengkapi data pribadi yang telah disediakan dalam formulir pendaftaran.
- Menyertakan Surat Rekomendasi dari sekolah.
- Menyertakan Surat Keterangan Sehat dari Dokter atau Klinik atau Puskesmas maupun Rumah Sakit setempat.
- Menyertakan surat izin dari orang tua/wali.
- Menuliskan essay (250-400 kata) berdasarkan tema “Meneguhkan Toleransi Kewargaan di Kalangan Pelajar”.
- Essay dikirimkan ke [email protected] disertai dengan kelengkapan dokumen lainnya dengan subjek Jambore Pelajar 2018_Nama_Sekolah_Kota.
- Essay yang sudah disubmit email juga dishare melalui akun facebook pribadi dan tag akun FB MAARIF Institute dan Twitter https://twitter.com/maarifinstitute. Sertakan tagar #JPTB2018 #MAARIF
- Mengupload vlog instagram (dengan tema: “Meneguhkan Toleransi Kewargaan di Kalangan Pelajar”), dan diunggah ke Instagram MAARIF Institute: @maarifinstitute dan @jamborepelajarteladanbangsa. Setiap vlog yang diposting diberi caption dengan format: (Nama Peserta)_Judul Vlog. Lalu diberi tagar #JPTB2018 #MAARIFInstitute.
- Mengikuti seluruh akun media sosial MAARIF Institute (Facebook, Twitter, Youtube dan Instagram) dalam rangka memenuhi kriteria di atas.
Februari lalu, masyarakat Indonesia sempat dihebohkan dengan peristiwa penyerangan Gereja Katolik St. Lidwina Bedog di Sleman, Yogyakarta. Penyerangan ini secara beringas dilakukan oleh seorang pemuda terhadap jemaat yang sedang melakukan misa dengan menggunakan senjata tajam. Peristiwa ini telah melukai tiga korban, di antaranya pastor yang memimpin misa, salah satu jemaat misa, dan seorang pengurus gereja.
Mengejutkannya, pelaku penyerangan tersebut diketahui masih berstatus pelajar dan merupakan salah seorang alumni dari sebuah pondok pesantren. Di lingkungan tempat tinggalnya, pelaku dikenal pendiam, sangat baik, dan biasa dipanggil sebagai pembaca al-Qur’an (Qori) karena memiliki suara yang merdu. Aksi penyerangan tersebut tak pelak menuai kecaman berbagai pihak, karena dianggap telah melanggar hak kebebasan beragama di satu sisi. Sementara di sisi lain, aksi yang dilakukan kian memperburuk citra Islam. Padahal salah satu derivasi makna Islam sendiri adalah kedamaian.
Hal sebaliknya dilakukan oleh sekelompok ibu-ibu dan remaja putri muslim yang ikut membantu membersihkan Gereja St. Lidwina yang berantakan pasca penyerangan tersebut. Mereka dengan cekatan membersihkan setiap sudut gereja, bahkan hingga patung Yesus Kristus. Aksi tersebut menimbulkan tanggapan positif dari banyak pihak, termasuk dari gereja sendiri. Tindakan terpuji mereka akhirnya membuahkan tali persaudaraan yang kian erat antara jemaat gereja dan penduduk muslim di lingkungan sekitar gereja.
Dari kedua peristiwa tersebut, dapat kita lihat bahwa aksi penyerangan yang dilakukan oleh sang pemuda mencerminkan suatu perilaku sosial yang bertentangan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dan prinsip Persatuan Indonesia yang terpatri dalam Pancasila. Bahkan hal itu telah bertentangan dengan ajaran welas asih (rahmat) dan perdamaian yang menjadi inti ajaran Islam.
Sementara aksi yang dilakukan oleh ibu-ibu, dan khususnya oleh remaja putri muslim, yang membantu membersihkan gereja pasca penyerangan justru menggambarkan sikap yang memiliki karakter kebangsaan itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa makna kebinekaan yang terkoyak oleh aksi-aksi intoleransi perlu digaungkan kembali, terlebih terhadap para pelajar.
Beberapa riset menyebutkan bahwa pelajar yang ada pada zaman digital ini (yang dikenal dengan sebutan Generasi Z) disebutkan bersikap lebih terbuka dan toleran. Namun pada praktiknya, sikap ini belum dibarengi dengan aksi yang konsisten. Sebagaimana hasil temuan INFID (International NGO Forum on Indonesian Development) pada 2016 yang menunjukkan inkonsistensi toleransi anak muda (Generasi Z), yang hanya berhenti pada sikap, belum dalam tahap aksi. 88,2 persen anak muda di Indonesia menolak intoleransi dalam bentuk kekerasan berbasis agama, namun tidak diimbangi dengan sikap tegas agar berani menunjukkan toleransinya kepada kelompok yang berbeda paham dan agama. Inilah salah satu tantangan utama bagi anak muda, khususnya pelajar di Indonesia.
Hasil riset CSRC UIN Syarif Hidayatullah (2017) bertajuk “Arah dan Corak Keberagamaan Kaum Muda Muslim: Konservatisme, Hibridasi Identitas dan Tantangan Radikalisme”, kian menegaskan tantangan tersebut. Dalam merespons isu keberagaman dan toleransi, kaum muda Muslim terbagi kepada dua pandangan yang berbeda, yakni toleransi komunal dan toleransi kewargaan.
Toleransi komunal secara sederhana dapat didefinisikan sebagai toleransi yang mendahulukan iman dan pilihan kelompok. Sementara toleransi kewargaan dapat didefinisikan sebagai toleransi yang mendahulukan semangat kewargaan. Toleransi komunal tidak selalu konsisten dalam bersikap dan berperilaku secara toleran, yaitu menahan diri untuk tidak bersikap keras dan menegasikan sesuatu yang tidak disetujui atau disukai. Sementara toleransi kewargaan melakukan toleransi karena menghormati hak orang lain selama sejalan dengan nilai-nilai kewargaan, meskipun ada kalanya bertentangan dengan nilai dan kepentingan komunal.
Riset lain yang dilakukan oleh MAARIF Institute pada 2017 menunjukan bahwa intoleransi pada siswa, salah satunya terbentuk akibat interaksi mereka dengan orang atau kelompok yang berpandangan intoleran, bahkan cenderung radikal di satu sisi. Di sisi lain, interaksi ini juga hanya menguatkan toleransi komunal saja, belum mewujud dalam toleransi kewargaan.
Jika mengacu pada tahapan yang dikonseptualisasi oleh Fathalli Moghadam, dengan beberapa faktor pendukung yang menyertainya, penyempitan pandangan pada diri seseorang akan naik ke tahap radikal, hingga akhirnya berujung kepada ekstremisme berbasis kekerasan. Dalam kajian MAARIF Institute, penyempitan pandangan ini diartikan dengan intoleransi. Dan hal ini tidak menutup kemungkinan menghinggapi para pelajar.
Untuk menjernihkan pandangan-pandangan yang ada guna mewujudkan toleransi kewargaan, juga sebagai upaya memperkuat karakter kebangsaan dan mengukuhkan makna kebinekaan seraya membendung ekstremisme berbasis kekerasan di kalangan pelajar, sejak 2012 MAARIF Institute telah memberikan pelatihan dan pendampingan terhadap para pelajar tingkat SMA/se-derajat. Upaya tersebut di antaranya diwujudkan melalui Pelatihan Penguatan Pendidikan Karakter: Toleransi, Anti-Kekerasan, dan Inklusivitas; Sekolah Pelopor Kebangsaan yang mendampingi pelajar melalui pendampingan sebaya; dan Jambore Pelajar Teladan Bangsa.
Khusus untuk Jambore Pelajar, pelatihan ini telah menghasilkan 5 angkatan dan menjadi agenda tahunan. Pada tahun ini, MAARIF Institute kembali akan menyelenggarakan pelatihan Jambore Pelajar Teladan Bangsa 2018, yang akan melibatkan pelajar lintas suku, agama, ras, dan antar golongan dari seluruh Indonesia.
Jambore Pelajar tahun ini berupaya menyuguhkan sesuatu yang berbeda, dimana pelaksanaannya berlokasi di salah satu pesantren Muhammadiyah di Jawa Barat. Penyelenggaraan di pesantren ini sebagai salah satu upaya meneguhkan toleransi kewargaan, memperkokoh spirit perdamaian dan menolak ekstremisme berbasis kekerasan di kalangan pelajar. Karena meskipun hidup dan berkecimpung dalam satu komunitas yang seragam, namun pesantren mengajarkan berbagai pandangan dunia yang berbeda terkait paham keagamaan dan kebangsaan, yang memungkinkan orang untuk memahami permasalahan secara utuh dari berbagai sudut pandang.
Selain melalui cara-cara pengajaran demikian, pengalaman langsung tinggal di pesantren dan mengamati budaya hidup di dalamnya, akan memberi kesempatan kepada peserta untuk lebih menguatkan karakter kebangsaan. Sehingga para pelajar dapat lebih berkhidmat untuk kebinekaan.
CALL FOR FASILITATOR
JAMBORE PELAJAR TELADAN BANGSA 2018
Dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan Jambore Pelajar Teladan Bangsa 2018 tahun keenam, kami mengundang alumni jambore pelajar untuk turut berkontribusi bersama MAARIF Institute menjadi co-fasilitator dalam kegiatan Jambore Pelajar 2018 yang akan dilaksanakan pada 8-13 Juli 2018, bertempat di Pondok Pesantren Darul Arqam, Garut, Jawa Barat.
Seratus peserta dari beragam daerah, etnis maupun keyakinan akan berpartisipasi dalam kegiatan ini. Para peserta akan mengikuti satu minggu pelatihan 12 nilai karakter pelopor kebangsaan yang terangkum dalam modul Jambore Pelajar, dengan dibimbing oleh para fasilitator.
Kegiatan yang dilaksanakan selama enam hari ini bertujuan untuk memperkuat nilai-nilai toleransi, inklusivisme, dan kebinekaan dalam cara pandang dan perilaku pelajar Indonesia. Para fasilitator dalam hal ini akan bertugas untuk membimbing para peserta dalam mempelajari dan mengaplikasikan 12 nilai karakter pelopor kebangsaan, dan membantu tim pelaksana untuk mengawal setiap kegiatan dari awal sampai akhir pelatihan berjalan dengan lancar.
Bagaimana caranya untuk mendaftar menjadi co-fasilitator? Bagi yang berminat untuk menjadi co-fasilitator, dapat memenuhi persyaratan berikut:
- Alumni Jambore Pelajar Teladan Bangsa
- Bersedia mengikuti Jambore dari awal hingga akhir kegiatan
- Bersedia menanggung sendiri biaya Pulang-Pergi (PP) ke lokasi pelaksanaan Jambore
- Melampirkan CV
- Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP); silakan pilih 4 dari 12 nilai yang ada dalam modul
- Membuat dan mengupload video dengan tema “Meneguhkan Toleransi Kewargaan di Kalangan Pelajar” dengan durasi maksimal 1 menit
Membuat lembar motivasi mengapa ingin terlibat sebagai co-fasilitator
Dokumen persyaratan dapat dikirimkan ke [email protected] dengan subjek: Nama_Co-Fasilitator_JPTB2018. Adapun video dapat diupload di akun ig masing-masing dengan mention akun ig @maarifinstitute. Konfirmasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor 081282368830 (Fithri) dan atau 085710692079 (Tomo). Pendaftaran dibuka sampai 20 April 2018.