Pengarang: https://news.detik.com

Semarang – Maarif Institute memulai kegiatan Halaqah Fikih Antiterorisme di Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus). Menko Polhukam, Luhut Binsar Panjaitan dan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir membuka acara di aula Unimus lantai 4.

Direktur Program Maarif Institute, Muhd. Abdullah Darraz mengatakan program tersebut dihelat untuk melahirkan satu rumusan pemahaman yang lebih utuh dan kritis dalam memaknai ulang doktrin kunci yang bersumber dari Al Quran dan Hadist.

“Ada kebutuhan rumusan pandangan keagamaan yang kontekstual, kritis, dan operasional serta memiliki perspektif HAM untuk menyikapi persoalan terorisme kontemporer. Apalagi hal ini telah meluas dikampanyekan oleh kelompok ekstremis yang tergabung dalam ISIS. Mereka dengan piawai melakukan kampanye kekerasan melalui berbagai media sosial,” kata Abdullah.

Direktur Eksekutif Maarif Institute, Fajar Riza Ul Haq mengatakan terorisme mengatasnamakan Islam dan menafsir kitab suci Al Quran dengan sewenang-wenang. Padahal Islam mengajarkan untuk tidak menyebar ketakutan apalagi menghilangkan nyawa manusia tanpa proses adil.

“Selama ini kelompok ekstremis dan teroris telah menyalahgunakan konsep-konsep seperti jihad, takfiri, bayat, dan khilafah, untuk tujuan kekerasan dan terror,” tegasnya.

Sementara itu dalam sambutannya, Haedar mengatakan Muhammadiyah menegaskan menolak segala bentuk terorisme. Menururt Haedar penganut paham ekstremis menyalahgunakan tafsiran jihad untuk aksinya, padahal pada zaman Nabi Muhammad SAW, peperangan pun dilakukan dengan etika.

“Perang di zaman Nabi terjadi penuh etika sifatnya mempertahankan diri, banyak tidak bolehnya daripada bolehnya, jadi tidak brutal. Imam Samudra, melakukan tindakan yang ekstrem dalam tafsiran irhab,” tandas Haedar.

“Muhammadiyah menolak segala bentuk terorisme yang menciptakan ketakutan dan kerusakan di muka bumi atas nama apapun,” tegasnya.

Haedar menganggap Halaqah Fikih Anti Terorisme merupakan konsep Islam berkemajuan yang diusung Muhammadiyah, salah satunya mampu menyelesaikan persoalan termasuk persoalan terorisme.

“Muhammadiyah mengakui negara Pancasila sebagai darul ahdi wa syahada, NKRI Pancasila sebagai dasar filosofis menjadi fondasi bangsa dan negara,” katanya.

Sedangkan Luhut, dalam penjelasannya menyebutkan terorisme membawa citra agama Islam menjadi buruk seperti halnya yang dilakukan ISIS. Hal itu tentu saja buruk dan perlu diluruskan sehingga ia kerap menyampaikan tema tentang ajaran Islam yang sebenarnya dalam berbagai acara hingga ke luar negeri.

“Harus dijelaskan ISIS itu jadi konteks teroris, itu bukan Islam, Islam bukan teroris, itu jadi bahan ceramah dimana-mana. Islam itu bawa perdamaian dan kasih sayang, bukan brutalitas,” terang Luhut.

Foto: Angling AP/detikcom

“Islam yang penuh rahmat itu tidak seperti yang dibawa ISIS,” tegasnya.

Ia menjelaskan, akar terbentuknya terorisme berasal dari berbagai faktor diantaranya ekonomi, pergaulan Agama, dan intoleransi. Meski demikian jika berkaca pada kasus terorisme di luar negeri, ada juga yang pemicunya tidak melulu soal ekonomi.

“Pergaulan pendidikan agama, kalau dibuat profiling, tahanan Al Qaeda itu 90% dari keluarga harmonis. Jadi tidak selalu dari keluarga miskin, tidak pasti yang radikal dari pendidikan rendah. Tapi di Indonesia tidak seperti ini profilnya,” pungkas Luhut.

Dalam acara tersebut, Luhut juga menjelaskan hal lainnya tentang masalah narkoba dan perekonomian di Indonesia. Narkoba menurut Luhut saat ini lebih berbahaya dari terorisme karena tingkat kematian 35 orang per hari. Selain itu faktor ekonomi juga berperan penting mencegah terorisme oleh sebab itu program pemerintah harus didukung untuk pemerataan.

“Dalam kehidupan kita ketidakadilan jadi isu, fakor ekonomi jadi isu yang perlu diiperhatikan. Program pemerintah penting, tanpa pemerarataan tidak ada gunanya,” tuturnya.

Acara Halaqah Fikih Anti Terorisme di Unimus tersebut digelar tiga hari mulai hari ini hingga Kamis (5/5) mendatang. Dalam pembukaannya, turut hadir Kepala BNPT, Komjen Tito Karnavian, Kapolda Jateng, Irjen Condro Kirono, Pangdam IV Diponegoro, Mayjen TNI Jaswadi. Dihadiri juga cendekiawan Muslim seperti Azyumardi Azra.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 × five =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.