Keteladanan perilaku selalu dibangun dari konsistensi dan komitmen moral yang teguh pada nilai-nilai keagamaan, kebangsaan, dan kemanusiaan. Diantara tokoh yang selama ini dikenal publik teguh memegang prinsip-prinsip itu adalah Ahmad Syafii Maarif – atau akrab disebut Buya Syafii Maarif. Dengan berbagai aktivitas dan buah pemikirannya, Buya Syafii sangat diakui kiprah dan sumbangsihnya, baik di dalam maupun di luar negeri. Buya Syafii Maarif juga sering dilabeli sebagai salah satu guru bangsa yang tersisa di negeri ini pasca wafatnya Nurcholish Madjid pada tahun 2005 dan Gus Dur pada tahun 2009. Tidak heran jika banyak orang yang mencari Buya Syafii Maarif untuk memperoleh nasehat dan panduan dalam menata bangsa Indonesia. Buya Syafii juga sering menjadi rujukan ketika situasi moralitas dan kehidupan politik pada bangsa ini sedang mengalami cobaan dan pergolakan. Dan itu mungkin dikarenakan oleh komitmen moral dan intelektual Buya Syafii yang banyak dijadikan tauladan oleh generasi muda di Indonesia.
Perjalanan hidup Buya Syafii Maarif mencerminkan sisi lain pergulatan seorang anak bangsa yang mengalami transformasi radikal; dari seorang Muslim Fundamentalis yang meyakini Negara Islam menjadi sosok Muslim Pluralis pembela Pancasila dan kemanusiaan. Ia lahir di Bumi Minang, merantau ke Tanah Jawa pada usia remaja, dan berguru ke Negeri Paman Sam yang membuatnya bertemu dengan Fazlurrahman, tokoh penting dibalik transformasi radikal Syafii Maarif.
Perjalanan Buya Syafii Maarif selama 80 tahun – yang akan jatuh pada 31 Mei 2015 – merupakan ikhtiar pencarian kesadaran dan identitas seorang Muslim dalam bingkai keindonesiaan yang majemuk dan kemanusiaan yang universal. Ia adalah prototipe manusia yang terus mencoba menemukan makna terdalam dari gagasan tentang Keindonesiaan, Keislaman dan Kemanusiaan. Bentangan gagasannya yang begitu cergas dan genuine, tak hanya dibangun dari petualangan keilmuan, namun juga yang lebih penting adalah dari pengalaman perjumpaan kebudayaan yang ia lakoni. Identitas hybrid yang tidak mempertentangkan antara Islam dan Indonesia. Bahkan lebih dari itu, Baginya, Keislaman seseorang harus diuji dengan kominten keindonesiaan dan kemanusiaannya. Maka, menjadi seorang Muslim adalah menjadi seorang Indonesia.
Keinginan untuk mensyukuri karunia Tuhan yang telah menganugerahi Buya Syafii dengan usia 80 tahun sekaligus berbagi refleksi atas perjalanan hidupnya itu menjadi alasan utama MAARIF Institute mengadakan serangkaian kegiatan Mensyukuri 80 Tahun Syafii Maarif (1935 – 2015). Rangkaian kegiatan selama tahun 2015 ini didedikasikan untuk memperkuat solidaritas keindonesian atas dasar kebhinekaan, keadilan, dan kemanusiaan.