Perkataan palsu sebagai kata sifat bukan berasal dari akar bahasa nusantara, tetapi dari bahasa Eropa: Belanda ( valse ), Inggris ( False ), Perancis ( faux ). Besar kemungkinan perkataan palsu masuk kenusantara melalui penjajahan belanda, dari valse diindonesiakan menjadi palsu. Padananya dalam bahasa Indonesia adalah lancing, tidak sah, tiruan, bohong, tidak berlaku, dan sebagainya. Pada umumnya mengidentifikasikan keburukan, cacat secara moral. Tetapi, tuan dan puan perlu juga hati-hati, jangan mudah salah pahambahwa semua yang palsu itu pasti tidak berguna, bergantung pada fungsi dan pengertiannya. Dalam contoh-contoh berikut, yang palsu itu sangat diperlukan: kaki palsu, gigi palsu, tanduk palsu ( untuk penyandang diabetes ). Palsu disini berarti tiruan yang bermanfaat. Tetapi, mata palsu samalah dengan mata kelereng yang fungsinya bukan untuk menutupi rongga yang berlubang karena ketiadaan mata.
Resonansi ini akan mengulas perkataan “palsu” atau dalam format kata benda “ kepalsuan” dalam pengertian yang buruk dan busuk. Hampir saban hari televise dan surat kabar memberitakan tentang yang palsu ini karena sebagian besar berbahaya bagi manusia atau mengandung unsure penipuan. Obat palsu, bensin palsu, agen tenaga kerja palsu, omongan palsu ( bohong )iman palsu ( nifaq, kemunafikan ), dan sederetan contoh yang lain.
Kultur Indonesia modern sarat oleh segala yang palsu ini, yang berarti kehidupan kolektif kita telah lama dirusak oleh tindakan kumuh dan cacat moral ini, dari pucuk sampe ke akar. Betapa berjibunnya telah beredar obat palsu yang sangat berbahaya, pupuk palsu yang merusak pertanian, ijazah palsu untuk meraih jabatan, uang palsu untuk menipu, madu palsu yang dijual di mana-mana, polisi palsu untuk menggaet anak gadis kampong, agen tenaga kerja palsu yang telah menelantarkan ribuan tenaga kerja Idonesia ( TKI ) dengan segala penderiataan yang menyertainnya, politisi palsu yang menjadikan politik sebagai sawah ladang.
Yang sangat berbahaya secara teologis adalah iman palsu dengan tiga cirri utamanya menurut sebuah hadis: bila berbicara dusta, bila berjanji ingkar, dan bila dipercaya khianat. Dalam literature peradaban Islam, hadist ini sangat terkenal, sekalipun belum tentu dipedomani.
Kita kelokkan sebentar serbakepalsuan keranah yang lebih luas yang telah mencederai perjalanan bangsa ini: pupusnya kepercayaan public kepada system kekuasaan. Kita ambil misal janji palsu elite politik dengan mengutip omongan ini, “ saya akan pimpin sendiri upaya pemberantasan korupsi.” Omongan tinggal omongan, tindakan serius tidak pernah menjadi kenyataan karena baru sampe diatas “akan” yang tidak jelas ujungnya. Apalagi banyak elite pendukungnya yang telah diciduk dan menjadi pasien Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) karena korupsi.
Semakin hari kepalsuan itu semakin terbongkar, sekalipun ada pihak-pihak yang bernapsu besar melemahkan atau bahkan menghancurkan KPK. Daftar pasien ini semakin panjang saja dari waktu ke waktu yang sebagian besar mereka berasal dari berbagai partai politik. Kepura-puraan yang sering dibungkus dalam jubah kejujuran dan manis mulut adalah penyakit mental yang harus dienyahkan dari bumi dari bumi pancasila, sebuah bumi yang sudah dirusak oleh sebagian penghuninya yang mahir berdagang dalam janji palsu.
Kongkalikong antara penguasa dan pengusaha hitam adalah bagian belaka dari drama kepalsuan dan transaksi illegal ini. Berlama-lama dalam situasi dusta dan kelam ini punya risiko tunggal: bangsa dan Negara ini akan berubah menjadi bangkai tanpa ruh. Indonesia harus diselamatkan dari kemungkinan masa depan yang hitam dan gelap itu.
Dengan niat tulus dan keberanian yang tahan banting, kita harus bisa menjadi juru selamat itu. Resepnya satu: tinggalkan dusta, hancurkan kepalsuan. Bukankah Kemerdekaan Tanah Air diperjuangkan dulu untuk melawan dusta penjajah dan kepalsuan mission sacre-nya, sebuah klaim misi suci untuk merampok kekayaan tanah jajahan? Maka, anak bangsa yang merampok kekayaan Negara adalah cicit setia penjajah dalam format londo ireng ( Belanda Hitam ). Mengawasi kelakuan mereka merupakan kewajiban konstitusional seluruh warga Negara.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!