Benni Setiawan
Nikah itu bukan sekadar urusan seksual (hubungan suami-istri yang halal). Nikah merupakan perkara berat, dan tidak boleh dibuat main-main. Sebagai perjanjian agung (mistaqan qhalidza), nikah perlu dipersiapkan agar terwujud tatanan masyarakat yang beradab. Bagaimana mempersiapkan pernikahan agar keadaban itu mewujud?
Salah satu tahapan penting adalah persiapan sebelum pernikahan (pranikah). Tahapan ini seringkali hanya dimaknai dalam kerangka perayaan pernikahan. Padahal ada yang lebih penting dari itu yaitu mempersiapan mental mempelai laki-laki dan perempuan.
Dekontruksi Tafsir
Mental itu terkait dengan sikap hidup. Sikap menghargai orang lain. Sikap itu terbangun dari alam bawah sadar yang menggerakkan alam sadar dan tindakan. Sikap mental yang perlu dipahami pertama oleh seorang laki-laki adalah perempuan bukan tulang rusuk yang bengkok. Ini penting agar laki-laki tidak menganggap perempuan sebagai makhluk kedua (the second sex).
Tafsir tulang rusuk yang bengkok dan atau tulang rusuk yang hilang dapat menjadi masalah dalam tindakan suatu saat nanti. Artinya, jika seorang laki-laki masih menganggap perempuan adalah “bagian darinya” yang hilang, maka dapat mengakibatkan masalah di kemudian hari.
Peristiwa kekerasan terhadap perempuan yang sering menjadi sorotan kamera wartawan terjadi karena laki-laki belum mempunyai tafsir yang benar tentang perempuan. Laki-laki masih menganggap dirinya super dan perempuan minor. Anggapan itu perlu didekontruksi agar tatanan di dalam rumah tangga menjadi baik, saling menghormati, tanpa harus ada yang direndahkan.
Dekontruksi tafsir ini memang tidak mudah, namun dalam proses pranikah pemahaman itu sangat penting. Meletakkan fondasi pemahaman yang benar menjadi kunci keberhasilan rumah tangga dan keluarga.
Seorang laki-laki perlu memandang perempuan sebagai makhluk ciptaan Allah, sebagaimana dirinya. Sebagai ciptaan, mereka mempunyai kedudukan dan posisi yang sama dalam membangun keadaban.
Kedudukan dan posisi yang sama/setara inilah yang dapat mendorong rumah tangga menjadi fondasi keutamaan bangsa dan negara. Rumah tangga akan menjadi sebuah sumbu penting dalam proses kemajuan bangsa dan negara. Rumah tangga akan menjadi sekolah pertama bagi anak-anak bangsa kelak.
Setelah rampung terkait dekontruksi pemahaman tafsir relasi, tahapan pranikah kedua adalah menguatkan/menegaskan bahwa pernikahan itu tidak sekadar hubungan dua insan yang sedang kasmaran. Namun, pernikahan itu perlu berdamai dengan keluarga besar laki-laki dan perempuan. Mengapa berdamai? Pasalnya, menikah itu tidak selamanya urusan pribadi, namun terkait dengan orang lain, dalam hal ini adalah keluarga besar.
Berdamai itu berarti perlu seorang calon mempelai mempelajari dan memahami karakter keluarga masing-masing. Pemahaman global tentunya cukup untuk dapat berkomunikasi dan membangun hubungan yang baik. Hancurnya sebuah pernikahan seringkali dilatarbelakangi oleh konflik. Konflik rumah tangga akan semakin menjadi saat ada faktor pemicu dari keluarga. Maka guna meminimalisir konflik yang berujung pada masalah-masalah yang tidak diinginkan, maka berdamai dengan keluarga menjadi sebuah keniscayaan.
Dialog Saling Menyapa
Selanjutnya pendidikan pranikah yang penting untuk dipahami kedua mempelai adalah tidak ada sekolah menjadi suami atau istri. Menjadi suami dan istriserta nanti menjadi ayah/ibu itu proses sepanjang hayat. Maka, belajar terus menurus menjadi sebuah kewajiban. Dalam proses pernikahan, suami dan istri perlu terus membangun dialog yang saling menyapa. Artinya, dialog itu perlu didasari cinta sebagaimana mereka memutuskan untuk menikah. Cinta yang tulus, saling menghargai, dan saling mendukung satu dan yang lain. Cinta itulah yang akan menyemai keraguan menjadi keteguhan; kekurangan menjadi kekuatan; dan kelebihan menjadi anugerah.
Cinta sebagai anugerah Tuhan perlu dirawat oleh semua. Tanpa cinta pernikahan hanya akan melahirkan masalah. Cinta itu perlu dirawat sebagaimana mereka saling mengenal untuk pertama kalinya. Cinta itulah yang akan menguatkan keyakinan bahwa dia adalah pilihan terbaik Tuhan untuk diriku.
Tahapan di atas tentu tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat, perlu proses panjang. Namun, anggitan pemerintah yang ingin membekali calon pengantin sebelum memasuki mahligai pernikahan perlu didukung. Artinya, Kantor Urusan Agama (KUA) dan lembaga terkait perlu mempersiapkan diri dan turut serta dalam mempersiapkan bangunan pernikahan yang kuat. Kursus singkat jelang pernikahan menjadi salah satu sarana untuk memahamkan bahwa pernikahan itu bukan perkara yang mudah. Pernikahan perlu dipersiapkan dengan baik agar semua berjalan sesuai dengan harapan.
Pendidikan pranikah yang diselenggarakan oleh pemerintah pun bukan sekadar kursus formalitas. Namun, perlu dirancang agar hasilnya maksimal. Mendidik generasi muda jelang pernikahan menjadi salah satu investasi panjang membangun keadaban bangsa. Pasalnya, dari merekalah akan lahir generasi yang akan memimpin bangsa di masa depan.
Pada akhirnya, pendidikan pranikah menjadi fondasi utama sebuah bangsa menuju keadaban. Fondasi itu perlu dirancang dan dibangun sebagai ikhtiar bersama mewujudkan tatanan rumah tangga sakinah, mawadah, warahma. Sebuah tatanan rumah tangga penuh cinta, kehangatan, dan kegembiraan. Wallahu a’lam.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!