“Sosok Romo Carolus kembali menyuntikkan harapan bahwa Indonesia masih tetap akan ada, setidaknya sehari sebelum kiamat!”—Ahmad Syafii Maarif
Judul tulisan ini pernah dipakai oleh wartawan senior Kompas, Maria Hartiningsih untuk menuliskan tentang sosok Romo Carolus dalam feature panjangnya. Dan di dalam artikel ini pula, kami ingin menggunakannya kembali, karena menurut kami frasa “Teologi Cinta” adalah frasa paling tepat untuk mendedahkan tentang apa yang sudah dan sedang dikerjakan Romo Carolus untuk warga di Cilacap.
Sebuah jalan spiritual yang tidak hanya mensyaratkan pekerjaan-pekerjaan seorang pastor akan tetapi juga laku kemanusiaan yang hakiki. Memberikan cinta dan kasih bukan dalam bentuk khotbah semata, namun cinta dalam bentuk kehadiran yang nyata bagi mereka yang papa.
Pada mulanya, artikel ini adalah bagian dari catatan lapangan, penelusuran dua penulis ketika bertugas sebagai tim peneliti MAARIF Award 2012 di Cilacap selama kurun waktu empat hari, 22-26 April 2012. Dalam penelusuran ini, tim dibekali dengan pemahaman bahwa siapapun yang dicalonkan menerima MAARIF Award adalah orangorang yang pada dasarnya tidak layak, sampai ditemukan bukti dan saksi yang kuat, yang menunjukkan bahwa mereka adalah orang yang tepat menerima MAARIF Award.
Catatan ini disusun dengan gaya tulis yang sederhana dengan harapan pembaca dapat merasakan impresi yang khas, yang intim sekaligus intens. Membaca catatan ini, setidaknya bisa turut merasai “Teologi Cinta Romo Carolus”. Seperti yang dialami para juri MAARIF Award 2012, yang akhirnya mengganjar Romo Carolus sebagai penerima MAARIF Award 2012.
Padat karya
Pada mulanya adalah kenyataan kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di Kampung Laut. Tanah kedua yang diinjak oleh Carolus— setelah Cilacap—pada tahun 1973 di Indonesia. Daratan sedimentasi sungai Citanduy yang didiami masyarakat papa dan terasing dari hingar bingar Jawa.
Mereka hidup diantara sungai, pulau para napi dan rawarawa. Kampung Laut adalah daratan ‘baru’ di sekitaran Laguna Segara Anakan. Kumpulan pulau kecil di dekat pulau Nusakambangan, sebelah selatan daratan Cilacap.
Kampung laut adalah kecamatan baru yang terdiri dari empat desa; Ujung Alang, Klaces, Ujung Galak dan Penikel. Untuk menuju ke Kampung Luat, setidaknya dibutuhkan waktu dua jam perjalanan diatas perahu Comprang.
Sepanjang jalan perdesaan di Kecamatan Kampung Laut hanya cukup dilewati oleh dua motor yang berpapasan. Jalanan setapak ini berada di tengah-tengah rawa dan kubangan air laut. Rumah-rumah penduduknya pun bertumpu pada sebidang tanah akibat dari sedimentasi. Kondisinya tepat berada di atas permukaan air laut. Jalanan bertanah dan berbatu cadas itulah yang menjadi salah satu buah karya dan sumbangsih Romo Carolus (69 Tahun).
Menurut Ketua Adat Kampung Laut, Darmono, 76 tahun, Carolus kali pertama singgah di kampungnya sejak tahun 1973. Yang tentu, pada saat ini jauh lebih ‘maju’ketimbang ketika Carolus datang pada waktu itu. Tiga tahun kemudian, misionaris asal Irlandia itu mulai bekerja secara sistematis lewat bendera Yayasan Sosial Bina Sejahtera (YSBS) Cilacap.
Dalam merealisasikan ruas jalan umum itu Carolus memberikan bantuan berupa segunung batu sebagai prioritas menggelar padat karya. Jalanan dipadatkan terlebih dahulu sebelum akhirnya dilapisi paving atau sedikit aspal. Pemadatan jalan itu dilakukan secara bertahap dari desa ke desa. Seluruh desa di Kampung Laut dibuatkan jalan atas bantuan dan inisiatifnya.
Semula ruas jalanan itu lebar dan dijadikan sebagai tanggul air asin dan galengan ladang serta persawahan. Adanya persawahan itu merupakan hasil Sodetan dari rawa-rawa yang dilakukan Carolus bersama warga setempat. Satu kali Sodetan bisa mencapai empat hektar lebih area sawah. Dia menyumbang bahan material. Lalu seluruh warga yang bekerja diberi honor secukupnya. Penyodetan itu memberi efek peningkatan ekonomi di penduduk Kampung Laut.
Tapi belakangan, persawahan itu berubah menjadi barisan tambak udang. Terutama setelah ada program tersendiri dari pemerintah setempat yang bekerja sama dengan sejumlah investor. Sayang, barisan tambak udang itu pun kini tak terurus lantaran banyak dicuri warga setempat. Akibatnya, tambak ditelantarkan hingga kini menjadi seperti rawa kembali.
Padahal sebelum kerusakan terkini, Carolus sudah sempat memberikan bantuan untuk perbaikan. “Romo sampai sekarang masih terus membantu kami. Apalagi kalau ada permintaan dari penduduk yang tidak mampu, dia pasti akan membantu,” tutur Darmono.
Carolus yang kini sudah menjadi warga negara Indonesia juga menjalankan aksi sosial di ranah kesehatan. Ia tak segan mengobati anak yang sakit mata dengan meneteskan cairan obatnya. Obat sakit mata dibawanya sendiri bersama tenaga medis yang didatangkan oleh YSBS Cilacap yang dipimpinnya.
Yayasan Bina Sosial Sejahtera ia dirikan bersama jemaat Katolik Cilacap pada tahun 1976. Carolus tidak pernah pilih kasih saat membantu. Ia akan membantu siapa saja dan dari latar belakang apa pun, termasuk agama apa pun.
Carolus bersama warga Kampung Laut sudah seperti keluarga. “Carolus orangnya merakyat dan tidak sungkan untuk berkunjung langsung ke Kampung Laut,” katanya seorang warga Kampung Laut. Karena itulah, tutur Samingun (Staf KUA Kampung Laut), masyakarat Kampung Laut tidak akan menolak bantuan Carolus. Setelah Carolus masuk Kampung Laut, pergerakan hidup penduduk menjadi pesat. Hanya saja, hingga kini listrik belum bisa masuk ke Kampung Laut. Kalau pun ada, hanya di siang hari, menggunakan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Pengangkutan tanah dan batu juga menggunakan truk milik Carolus dan YSBS Cilacap.
Yang menarik, pengerjaan perbaikan dan pembangunan jalan dilakukan oleh warga setempat sebagai bentuk swadaya masyarakat. Sejauh ini, berdasarkan catatan pengurus YSBS, dalam proyek terbaru tahun 2009 sudah mengerjakan 70 lebih pengerasan jalan desa.
Selebihnya hingga kini terus mengerjakan di desa lainnya. Aktifitas Romo dalam program pengerasan jalan ini, pada gilirannya pernah membuat cemburu para umat gereja yang menilai seringkali Romo lebih sibuk untuk mengurus truck-truck untuk aksi sosial ketimbang mengurusi umat katholik.
Menanggapi hal ini, Romo Carolus pernah berujar, sebagaimana ditirukan oleh Kristina, salah satu staf YSBS: “ Oh kamu tidak bisa protes. Truck-truck ini lebih Katholik dari kalian. Mereka itu pastoralnya lebih hebat dari kita-kita ini. Mereka tiap hari masuk ke desa bawa batu membuat orang bahagia. Kita ini cuma omong. Nanti kita mati, truck-truck saya ini duluan di pintu surga”, kata Romo Carolus.
Padat karya adalah laku karya sosial yang diinisiasi oleh Romo Carolus sejak kehadirannya di Indonesia hingga kini. Karya sosial yang dirasakan betul kemanfaatanya bagi warga desa di seantero Cilacap. Karena gagasannya inilah Provincial OMI (Oblates Maria Immaculata) Indonesia Romo Antonius Andri Atmaka, OMI, memanggil Carolus sebagai Romo Carolus Padat Karyono.
Di samping pemadatan jalan, Carolus bersama berbagai pihak juga bekerja sama mendirikan balai pengobatan. Sapari, staf pengurus YSBS menuturkan bahwa ada pula program penghijauan lewat penanaman pohon kelapa di Kampung Laut. Termasuk yang tak kalah penting adalah peningkatan gizi penduduk dengan membagikan makanan bergizi tinggi seperti bulgur. Makanan ini diperoleh atas bantuan Chatolic Relief Service (CRS) Amerika Serikat.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Front Pembela Islam Kabupaten Cilacap, Muhammad Suryo Haryanto menyatakan, yang paling dirasakan bersama oleh penduduk Cilacap pada umumnya adalah perbaikan dan pembuatan jalan umum di berbagai desa. “Ini sangat menyentuh kami. Romo Carolus luar biasa,” katanya. Haryanto menilai, gerakan sosial Carolus dengan YSBS sangat bagus. Carolus baginya adalah seorang agamawan yang sosialis.
Selama memberikan bantuan tidak ada tendensius yang mengarah pada kepentingan teologi. Pihak FPI memastikan bakal terus mengawal dan mendukung aksi sosial yang nyata dari Carolus. Sebab mereka sudah mengerti betul siapa jati diri romo bertubuh besar itu. “Kami sangat mengapresiasi atas bantuan Romo kepada sebagian masyarakat Cilacap. Beliau itu murni untuk aksi sosial,” tutur Haryanto, yang mengklaim sebelumnya telah menginvestigasi kegiatan Carolus.
Sekolah untuk Semua
Wantini melangkah pelan keluar dari ruang kelas SMK Yos Soedarso, Sidareja, Cilacap, Jawa Tengah. Muslimah jurusan akuntansi ini baru saja mengikuti ujian nasional di sekolah katolik itu, 25 April lalu. Meskipun berjilbab, remaja kelahiran Cilacap, 9 Desember 1995, ini tak khawatir bersekolah di salah satu basis pendidikan umat katolik di Cilacap. “Saya tidak takut dicap apa pun karena justru mayoritas muridnya muslim,” ujar perempuan berkulit coklat ini.
Lagi pula, kata Wantini, sekolah di sana atas keinginan dirinya sendiri. Bukan orang tuanya. Pertimbangan lainnya, jika kelak lulus, pihak sekolah akan menyalurkan ke tempat kerja. Sejauh ini, pihak sekolah sudah melakukan MoU (Memorandum of Understanding) dengan 30 perusahaan yang tersebar di dalam dan luar Cilacap. Wantini tahu betul bahwa sekolah itu punya pastor katolik.
Namun, sebagai muslimah sejati, dia juga memperoleh pelajaran agama sesuai keyakinannya di sekolah. Rupanya pihak sekolah telah menyediakan guru khusus umat muslim yang ruang belajarnya disendirikan. Begitu pula dengan siswa yang beragama berbeda, seperti Budha, Hindu, dan Kristen. “Saya tidak mendapatkan pelajaran dari ajaran agama lain. Karena masing-masing agama ada gurunya sendiri dan pelajaran agamanya dipisah,” kata Wantini.
Pernyataan Wantini itu adalah satu ungkapan dari ratusan murid yang menimba ilmu di lembaga pendidikan di bawah Yayasan Sosial Bina Sejahtera (YSBS) Cilacap. YSBS tak lain dimotori langsung oleh Romo Carolus, pastor katolik yang berjiwa agamis dan humanis. Kepala sekolah SMK Yos Soedarso, Yohanes Parsian menyatakan bahwa sekolahnya berdiri berawal dari misi Romo Carolus.
Menurut Carolus, sekolah itu duperuntukan kaum miskin, anak yang terlantar dan tidak mampu bersekolah. Tujuannya untuk menanamkan nilai-nilai cinta kasih, memperhatikan orang miskin dan yang tertindas atau belum merdeka. “Sekolah kami adalah yang kali pertama mengadakan pelajaran agama Islam untuk pemeluknya,” kata Parsian, yang menjabat sejak tahun 1992.
Perintisan sekolah yang dilakukan oleh Carolus sejak tahun 1979 sampai 1980-an. Sekretaris Carolus dari YSBS, Christina menjelaskan, sejak saat itu hingga sekarang setidaknya sudah berdiri 25 sekolah. Itu terdiri dari enam Taman Kanak-Kanak, satu Pendidikan Anak Usia Dini, dua Sekolah Dasar, tujuh Sekolah Menengah Pertama, satu Sekolah Menengah Atas, lima Sekolah Menengah Kejuruan, satu Lembaga Kursus Pendidikan, dan satu Perguruan Tinggi yang bernama Akademi Maritim Nusantara (AMN).
Jumlah mahasiswa AMN kini tercatat sekitar 600 orang lebih. Yang menarik, selama belajar di kampus, mahasiswa dibebaskan biaya. Tapi mereka harus melunasinya ketika lulus dan sudah bekerja tetap. Cara pembayarannya dengan cash atau dicicil semampunya.
Kristina mengungkapkan, seluruh sekolah dilandasi filosofi dari Carolus yang berbunyi “Sekolah adalah ladang”. Artinya, segala urusan sekolah dikelola oleh kepala sekolah dan jajarannya. Carolus tidak menarik keuntungan demi kepentingan pribadi sepeser pun dari sekolah. Malahan, dia masih juga memberi subsidi dan beasiswa ke sekolah. Beasiswa itu dalam bentuk satu ekor induk kambing diberikan kepada satu siswa untuk biaya selama sekolah. Ketika anak lulus, induknya dikembalikan dan anak kambingnya dimiliki oleh si keluarga yang menggembalakan kambing itu.
Dialog Antariman
Dari berbagai program yang telah dilakukan Romo Carolus itulah, menurut Kristina, Sekretaris Romo Carolus, terjadi dialog antar umat beragama (Interfaith dialogue) di masyarakat Cilacap. Carolus dianggap sebagai salah satu pencentus dibentuknya Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB) di Cilacap.
Forum itu dibentuk bersama para tokoh dan aktivis keagamaan masyarakat di Cilacap tahun 1997 sampai 1998. Salah seorang yang ikut aktif terlibat adalah Muhammad Taufik Hidayatullah, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Cilacap. Pria kelahiran Cilacap, 12 Februari 1975 ini menjelaskan nama FPUB itu termasuk gagasan Carolus yang menekankan pada kata beriman, bukan beragama.
Pilihan kata beriman yang dilakukan Romo Carolus berdasarkan pada pandangannya mengenai kepercayaan kepada Tuhan yang tidak selalu terlembagakan dalam agama tertentu. Ini mengingat masih banyak aliran kepercayaan yang ada di masyarakat Cilacap, terutama Kejawen.
Dalam konteks ini, pandangan atau paham keagamaan Romo Carolus nampak begitu progresif. Dengan pilihan ini, Romo Carolus sangat sadar untuk tidak membatasi pada gagasan konsep “agama” yang kemudian akan berakibat secara langsung maupun tak langsung untuk mengeksklusi pemeluk kepercayaan lain yang belum atau tidak terlembagakan dalam institusi yang disebut sebagai agama.
Tapi setelah pemberlakuan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Agama, FPUB berubah menjadi FKUB. Kegiatan yang pernah dilakukan antara lain membagikan sembako secara berjamaah oleh semua tokoh agama. Lalu ada juga peningkatan capacity building dan padat karya pula.
Selama berinteraksi dengan umat lain, Carolus lebih senang melepaskan “seragam” agamanya. “Dia (Carolus) tidak pernah banyak bicara agama. Yang selalu dibicarakannya adalah mengenai kemanusiaan,” kata Taufik. Di Kampung Laut, lanjut Taufik, Carolus begitu diterima oleh kalangan yang berbeda agama. Bahkan ada guyonan, para tokoh agama di Kampung Laut mendaulat Carolus sebagai Romo Kyai.
Di sinilah sekatsekat primordialisme agama lepas dan lebih intens dalam hal humanisme. Carolus ini tak segan pula memberi bantuan kepada masjid. Bentuknya dalam bentuk material maupun sumbangsih ide dalam pembangunan masjid dan musala.
Termasuk memberi modal kerja di Kecamatan Bantarsari. “Beberapa pengurus masjid dan musala ada yang menerima bantuan darinya (Carolus) berupa modal bergulir untuk ternak ayam, piara ikan, dan budidaya jamur,” katanya. Romo Carolus sempat dijadikan sebagai anggota majelis pembina dari Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia Kabupaten Cilacap. Hal ini dikarenakan dia diakui sebagai tokoh yang concern terhadap pembelaan rakyat kecil. Sehingga komunikasinya dengan masyarakat di Cilacap terbangun dengan baik. Munir Nursaid, Dosen Institut Agama Islam Imam Ghazali (IAIIG) Cilacap yang juga mantan Ketua GP Ansor Cilacap menjelaskan, gerakan Carolus itu membangun keberpihakan yang jelas yakni kepada kemiskinan.
Apa yang dilakukan Carolus adalah tindakan luar biasa. Saya sering guyonan menilai Romo Carolus, “Anda ini lebih gila dari pada orang gila,” kata Munir. Di tataran aksi sosial, Carolus dibilangnya “orang gila”. “Hanya “orang gila” yang bisa melakukan dan membela kaum miskin. Orang normal seperti kita ini tidak bisa,” Munir menegaskan.
Bagi Munir, walaupun Carolus sebagai misionaris, tapi yang menonjol dalam dirinya adalah dialog yang interaktif dengan berbagai komunitas yang ada di Cilacap. Dia selalu mempromosikan misi kemanusiaan, humanisme, ketidakadilan dan pengentasan kemiskinan. Tidak lagi bicara keimanan. “Dia sudah melampaui batas-batas syariat dalam melakukan aksi sosialnya,” katanya.
Bupati Cilacap, Tatto S Pamudji menambahkan bahwa Carolus itu tidak membedakan agama apa pun. Dia betul-betul pluralis. Tatto berkali-kali mengajaknya pengajian di desa-desa bersama kyai. Romo Carolus memuji banyak penganut agama lain yang taat menjalankan ajaran agama. Tatto yang sudah 15 tahun mengenal Carolus punya kenangan khusus. Yakni ketika di Masjid Asy-Syafi`iyyah, SMP Diponegoro, Sindangsari, Cilacap. Di masjid itu Carolus memberi sumbangan guna perbaikan masjid yang akan roboh. Sumbangan tidak diterima tapi dia memberi motivasi cara menghimpun dana untuk memperbaiki masjid tersebut.
Reboisasi Pulau Nusakambangan
Muhammad Taufik Hidayatullah, Ketua FKUB Cilacap, terakhir menggelar kegiatan bareng dengan Carolus adalah ketika program penghijauan di Nusakambangan, beberapa bulan lalu. Saat itu, sedang direalisasikan program penanaman sejuta pohon.
Kini sudah ribuan pohon, bahkan lebih, yang sudah ditanam bersama masyarakat Cilacap, khususnya warga Nusakambangan yang dinilai hidup liar. Hasilnya baik sekali.
Masyarakat yang dilibatkan menanam diberi insentif. Tapi setiap tahun harus ikut mengecek ke lokasi. Tujuannya dari aksi lingkungan itu guna mengembalikan habitat Nusakambangan yang asli. Sebab belakangan ini banyak sekali pohon yang rusak oleh industrialisasi.
Carolus berusaha ingin mengembalikan spesies tumbuh-tumbuhan murni dari Nusakambangan. Selain itu, kata Taufik, Carolus bersama WWF mengecek keberadaan harimau Nusakambangan yang masih banyak. Karena harimau itu kerap turun ke perdesaan dan memakan binatang ternak. Kejadian ini karena habitat harimau merasa diganggu.
Carolus hendak membangun kembali keutuhan ekosistem alam antara binatang, tumbuhan, dan manusia. Dia mampu mengkomunikasikan kesatuan alam dalam keanekaragaman kepada masyarakat. Hingga kini, stigmatisasi gerakan missionari atau kristenisasi masih melingkupi aktifitas yang dilakukan oleh Romo Carolus. Menanggapi hal ini,
Romo menjelaskan bahwa di Kampung Laut memang terdapat Gereja Katolik, gereja itu terletak di Ujung Alang. Namun dalam kepercayaan Romo Carolus ia tak pernah memberikan bantuan kepada warga Kampung Laut dengan persyaratan tertentu apalagi untuk masuk Katolik.
Bahkan pada beberapa hal, Romo hanya akan memberikan bantuan kepada warga jika warga juga mau bekerja. Artinya Romo ingin agar warga juga terlibat. Ini ditampakkan ketika ada program Padat Karya pengerasan jalan di Kampung Laut. “ Saya baru 20 % Katolik. So mana mungkin saya mengajak masuk katolik jika saya sendiri belum benar-benar menjadi katolik?” terangnya.
Menguatkan pernyataan Romo, Christina yang merupakan pengurus YSBS menyatakan bahwa sedari awal Romo Carolus tidak pernah mau membaptis warga Kampung Laut jika ada yang berniat masuk jemaat Katholik. “Romo tidak pernah mau membaptis orang Kampung Laut” jelasnya.
Pelita Kemanusiaan
Seperti dituliskan oleh Buya Ahamd Syafii Maarif dalam pengantarnya untuk buku “Mafia Irlandia di Kampung Laut; Jejak-jejak Romo Carolus OMI Memperjuangkan Kemanusiaan”, kehadiran Romo Carolus memberi kejutan ditengah kemarau panjang keteladanan. Bagi Buya, apa yang sudah dan terus akan dilakukan oleh Romo Carolus adalah bagian dari komitmen kemanusiaan.
Buya menulis, “Karya sosial kemanusiaan Romo Carolus dipersatukan oleh kecintaan yang mendalam dan tulus pada kemanusiaan dan merupakan upaya sadar mendidik masyarakatnya dalam semangat kebhinnekaan”. Romo Carolus kembali menunjukkan bahwa dalam relung kehidupan warga Indonesia, kebaikan dan ketulusan tetap akan hadir ditengah joroknya tatanan social politik di Indonesia.
Romo Carolus menghadirkan optimisme rakyat bawah akan keteladanan yang nyata. Meminjma istilah Buya, “Yang teruji oleh waktu, yang sepi dan sunyi, jauh dari hiruk-pikuk publisitas”. Dalam Teologi Cinta Romo Carolus, agama tak sekedar dibelenggu dalam ortodoksi ajaran keagamaan, akan tetapi agama menjadi ruh bagi kerja-kerja sosial bagi sesama.
Tak hanya sekedar menekuni tuntutan pastoral, akan tetapi juga melunasi tugas kemanusiaan seorang Teolog; menyampaikan cinta dan kasih Tuhan kepada siapapun. Maria Hartiningsih menyebut, “Agama dalam Teologi Cinta adalah sumber dari pembebasan dan pemuliaan martabat manusia dan kemanusiaan tanpa sekat.”
Romo Carolus percaya bahwa kemiskinan tak akan selesai hanya dengan khotbah diatas altar suci. Kemiskinan mesti diselesaikan dengan kebersamaan warga dalam memandang persoalan kemiskinan sebagai persoalan bersama, dan lantas diselesaikan dengan bersama pula. Dalam konteks ini, Romo Carolus meletakkan kemanusiaan dalam pengertiannya yang paling otentik. Bahwa kemanusiaan menuntut kebersamaan. Kondisi dan keberadaan orang lain adalah prasyarat utama menguji kadar kemanusiaan dan membuktikan eksistensinya.
Dari karya-karya kemanusiaan Romo Carolus, publik bisa belajar bahwa ajaran cinta tak bersekat pada batas-batas primordial seperti ras, etnis, bahasa, agama, madzhab dan rupa-rupa lain disekitarnya. Bahkan keberimanan yang paling otentik telah menuntun dan menuntut manusia pemeluknya untuk melampaui sekat-sekat itu. Dan jalan teologi cinta memberikan ruang untuk mengejawantahkannya.
Penulis: Khelmy K. Pribadi dan Deni Muliya Barus
Sumber: Jurnal MAARIF Vol. 8, No. 2 — Desember 2013
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!