Oleh : Ahmad Syafii Maarif | Resonansi Republika 26/11/2013
Dalam majalah bulanan Indonesia 201. No 9/Vol 1 Th 201, pada sampul belakang ditulis pendapat Peter Druker yang berbunyi, “Tidak ada negara yang terbelakan, kecuali negara yang salah urus.” Saya tidak tahu alasan redaksi mengutip kalimat itu. Berat dugaan saya kutipan itu dialamatkan kepada Indonesia yang sudah merdeka selama 70 tahun, tetapi tetap saja gaduh dan salah urus sampai hari ini.
Gaduh dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan JS Badudu dan Sutan Mohammad Zain (1964) dapat berarti: berbuat ribut, ingar-bingar, gembar, rusuh, dan yang sejenis itu. Gaduh pilkada, gaduh korupsi, gaduh Bank Century yang bertele-tele, gaduh Mahkamah Konstitusi, gaduh Hambalang, gaduh penegakan hukum, gaduh karena disada, gaduh daftar pemilih tetap (DPT), gaduh e-KTP, dan 1.001 gaduh lainnya.
Dalam kaitannya dengan tidak pidana korups, sudah ratusan pejabat daerah (gubernur, bupati, dan wali kota) yang menjadi pasien Komisi pemberantasan Korupsi (KPK), sebuah angka yang sungguh mengerikan dan menyeramkan. Namun hebatnya, dengan segala kerapuhandan kegaduhanny, Indonesia sebagai bangsa dan negara masih bertahan, sekalipun pemimpinnya pandai berpura-pura.
Jika indonesia masih berapada dalam kategori negara berkemban, menurut pandangan Drucker di atas, tentu karena kita terlalu lama telah menjadi pasien sebagai “negara yang salah urus” Dalam temuan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) baru-baru ini, korupsi yang terbanyak dilakukan oleh para politisi, tentu karena bawaan mental dhuafga mereka sebagai simptom penyakit kejiwaan.
Mentalitas jenis inilah yang menyandera perjalanan demokrasi yang aslinya bertujuan mulia untuk kesejahteraan umum secara merata, sebuah harapan yang masih jauh di ujung lorong sana.
Pertayaannya adalah, apakah hasil Pemilu 2014 bisa mengurangi jumlah kegaduhan di atas ? jawabannya akan sangat bergantung pada kualitas pemilu yang akan diselenggarakan. Jika kualitasnya mendekati Pemilu 1955, saat negera Indonesia baru berusia 10 tahun dan pertentangan ideologi begitu tajam ketika itu, optimisme publik akan merebak sebagai tanda syukur karena bangsa ini pada akhir nya mau berubah secara mendasar, tidak lagi betah hidup dalam srbakegaduhan berkepanjangan.
Kita harus malu donk, semakin panjang usia bangsa dan negara ini, praktik salah urus tetap aja menghantui kita semua. Jumlah orang pintar tidak kurang, orang arif dan jujur memang sukar dicari, tetapi pasti ada. Kearifan dan kejujuran adalah milik manusia yang mau memakai bahasa hati yang tidak bisa berbohong.
Akan tetapi jika kualitas pemilunya malah semakin merosot, bangsa ini masih harus menderita lahir dan batin, entah untuk berpa lama lagi.
sebagai seorang yang berusia lanjut, saya sungguh berharap hari depan Indonesia harus lebih baik, lebih adil, lebih arif, dan lebih jujur. Atau dalam ungkapan pendek: Lebih beradab, sesuai dengan sila kedua Pancasila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Resepnya tunggal: “Bebaskan bangsa ini dari segala bentuk ingar-bingar politik, ekonomi, moral, dan hukum.”
Sebagai bangsa yang merebut kemerdekaannya melalui revolusi berdarah-darah dengan korban yang berjibun, semestinya kita mampu dan mau berbenah diri untuk perbaikan total agar rakyat kita berhenti bertanya: kapan munculnya pemimpin yang tulus memakai bahasa hati ?
Pemilu 1955 sering di jadikan parameter untuk pemilu yang bersih dan demokratis. Maka adalah sebuah kegetiran sejarah Indonesia modern, hasil pemilu yang berkualitas tinggi itu sudah di torpedo oleh kekuasaan ekstraparlementer, Juli 1959 Majelis Konstituante dibubarkan dan Maret 1960 DPR mengalami nasib serupa.
Dengan tragedi demokrasi ini, kultur politik indonesia yang telah menampakkan kedewasaan dalam Pemilu 1955 itu mengalami kemunduran drastisyang akibat buruknya dirasakan sampai puluhan tahun kemudian.
Semestinya bangsa ini mau belajar dari pengalaman serba pahit dimasa lalu ituuntuk kemudia tidak membiarkan virus-virus jahat itu menggrogoti tubuh dan jiwa demokrasi Indonesia menuju terciptanya sebuah kultur politik yang dewasa dan beradab, bebeas dari sebagala macam kegaduhan, dan salah urus.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!